MATA INDONESIA, YERUSSALEM – Presiden Palestina, Mahmoud Abbas mengatakan bahwa sudah waktunya bagi masyarakat internasional untuk mengubah cara menangani pendudukan Israel di tanah Palestina.
Menurut Abbas, masyarakat dunia harus beralih dari mengutuk dan mencela pelanggaran Israel terhadap rakyat dan tanah Palestina menjadi mengambil aksi dan tindakan nyata.
“Tidak masuk akal atau dapat diterima jika pendudukan tetap mencekik kami selamanya, dan tidak masuk akal bagi kami untuk tetap berkomitmen pada kesepakatan yang tidak dipatuhi Israel,” kata Presiden Mahmoud Abbas, melansir Middle East Monitor.
Dalam acara peringatan 17 tahun pembunuhan mantan Presiden Palestina Yasser Arafat, Presiden Abbas menyatakan bahwa perjuangan Palestina sedang melalui tahap yang sangat rumit, mungkin yang paling sulit dalam sejarah perjuangan negara tersebut.
“Pada peringatan yang menyakitkan ini, kami memperbarui kepatuhan kami pada persatuan rakyat kami dan seruan untuk membentuk pemerintah persatuan nasional, di mana semua faksi yang berpartisipasi berkomitmen pada legitimasi internasional,” tuturnya.
Pemimpin Palestina itu juga menyerukan konferensi internasional untuk mengakhiri pendudukan, memaksa pengakuan negara Palestina bagi negara-negara yang tidak melakukannya, dan untuk mencegah pembiayaan senjata Israel yang membunuh anak-anak dan orang tak berdosa.
“Pendudukan akan berakhir dan kami akan mencapai kebebasan dan kemerdekaan di negara Palestina kami yang berdaulat di tanah nasional kami,” tegasnya.
Pemukiman Israel adalah salah satu masalah paling sulit dalam konflik Palestina-Israel dan salah satu alasan utama yang menghambat putaran terakhir negosiasi damai langsung antara kedua belah pihak tahun 2014.
Israel menduduki Tepi Barat dan Yerusalem Timur, yang merupakan wilayah Palestina, dalam perang Timur Tengah 1967, dan telah menguasai mereka sejak saat itu.
Terbaru, Israel berencana membangun 1,355 unit rumah di Tepi Barat. Tender pemasaran untuk unit perumahan diterbitkan oleh Otoritas Tanah Israel dan Menteri Konstruksi dan Perumahan, Ze’ev Elkin.
Pengumuman itu muncul di tengah laporan bahwa Perdana Menteri Naftali Bennett berada di bawah tekanan AS untuk membekukan rencana tersebut.