Presiden Jokowi: BPPT Jadi Otak Pemulihan Ekonomi

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Tak henti-hentinya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong semua pihak untuk bangkit memulihkan perekonomian di Indonesia. Kali ini giliran dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang diminta agar mampu menjadi otak pemulihan ekonomi secara ekstra ordinary.

Dirinya meminta, agar para peneliti, inovator, dan industriawan Indonesia mampu meningkatkan kapasitasnya sebagai produsen teknologi sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk masyarakat.

“Kita harus bergeser dari ekonomi yang berbasis komoditi menuju ekonomi yang berbasis inovasi dan berbasis teknologi,” kata Jokowi saat pembukaan rakernas penguatan ekosistem inovasi teknologi BBPT tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta, Senin 8 Maret 2021.

Agar semua bisa berjalan seirama, orang nomor satu di Indonesia ini menekankan, sejumlah hal kepada BPPT. Pertama, Jokowi meminta agar BPPT terus mencari dan menemukan inovasi serta teknologi untuk dikembangkan dan siap diterapkan.

Jokowi pun yakin, saat ini, terdapat berbagai temuan dan inovasi dari ratusan ribu peneliti dan juga lembaga riset dan teknologi di Indonesia. “Mungkin itu temuan awal yang masih perlu dikembangkan,” katanya.

Selama pandemi ini, bahkan terdapat banyak inovasi di bidang kesehatan yang ditemukan. Seperti, ventilator dan respirator yang sangat berguna untuk pasien Covid-19 serta genose yang dapat membantu skrining awal penderita Covid-19.

Di bidang lain terutama di sektor pangan dan energi pun juga ditemukan berbagai inovasi yang berguna untuk meningkatkan efisiensi UMKM serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Kedua, Presiden minta BPPT menjadi lembaga akuisisi teknologi maju dari manapun. Dia mengatakan, perkembangan teknologi saat ini berjalan sangat cepat. Indonesia pun saat ini membutuhkan teknologi untuk pemulihan ekonomi nasional.

“Teknologi yang kita butuhkan untuk pemulihan ekonomi nasional mungkin saja belum diproduksi di dalam negeri. Jadi strategi akuisisi teknologi dari luar negeri menjadi kunci percepatan pembangunan ekonomi kita,” katanya.

Presiden mengingatkan, agar BPPT membuat kerjasama produksi teknologi di Indonesia dengan melibatkan para teknolog, bukan hanya sekedar membeli teknologi dari luar. Dengan begitu, maka akan terjadi transfer pengetahuan dan pengalaman.

Ketiga, Presiden meminta agar BPPT mampu menjadi pusat kecerdasan teknologi Indonesia. Saat ini, berbagai negara di dunia tengah bersaing dalam menguasai Artificial Inteligent (AI). Untuk menghadapi persaingan dalam menguasai AI, BPPT diminta agar mampu memproduksi teknologinya sendiri.

“Saya harap, BPPT mampu memfasilitasi kecerdasan komputer dan kecerdasan manusia untuk mendukung pemulihan ekonomi,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Kebijakan Penyesuaian PPN 1% Sudah Berdasarkan UU dan Kesepakatan Stakeholder

Oleh: Adnan Ramdani )* Kebijakan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% merupakanlangkah besar yang diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara danmenciptakan sistem perpajakan yang lebih efisien serta berkeadilan. Kebijakan initelah disusun dengan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk peraturanperundang-undangan yang berlaku dan kesepakatan antara berbagai pihak terkait, sehingga tidak hanya berlandaskan pada keputusan sepihak, tetapi denganpartisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan.  Pengenaan penyesuaian PPN sebesar 1% ini merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disahkansebagai langkah reformasi pajak di Indonesia. UU ini bertujuan untuk memperbaikisistem perpajakan yang sudah ada agar lebih modern, adil, dan efisien. Dalamproses perumusan kebijakan ini, pemerintah telah melibatkan berbagai stakeholder seperti pengusaha, asosiasi, dan masyarakat untuk memperoleh pandangan yang beragam dan mengakomodasi kepentingan berbagai pihak. Ini menunjukkan bahwakebijakan tersebut bukan hanya kebijakan yang bersifat top-down, tetapi lebihkepada hasil kesepakatan bersama yang diharapkan mampu membawa dampakpositif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Menyoal PPN yang mengalami kenaikan sampai 12%,  Menteri Koordinator BidangPerekonomian, Airlangga Hartanto, mengatakan bahwa PPN tersebut merupakanAmanah dari Undang-Undang Nomor 7 pada tahun 2021 soal HarmonisasiPeraturan Perpajakan (UU HPP). Pada Pasal 7 ayat 1 UU HPP disebutkan bahwatarif PPN sebesar 12 persen berlaku paling lamban pada 1 Januari 2025. Selain itu, Airlangga juga menyatakan bahwa untuk mengantisipasi kenaikan tarif PPN, pemerintah telah mengeluarkan sederet paket insentif untuk tahun depan. Hal inidiperuntukan agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Tarif PPN tersebutdipertahankan dengan kebijakan insentif PPN DTP, di mana pemerintahmenanggung 1 persen dari tarif PPN ketiga barang pokok penting yang seharusnyanaik menjadi 12 persen. Dengan adanya penyesuaian tarif PPN ini, banyak pihak yang melihatnya sebagailangkah yang tepat untuk memperkuat sistem perpajakan Indonesia. Sebelumnya, banyak pihak yang menganggap bahwa struktur pajak yang ada belum sepenuhnyamampu menjawab tantangan ekonomi yang semakin kompleks. Kebijakan PPN yang baru ini, meskipun ada penyesuaian tarif, tetap memberikan insentif bagisektor-sektor tertentu yang dianggap penting untuk pertumbuhan ekonomi, sepertisektor UMKM dan sektor ekspor. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk meningkatkan transparansi dankepatuhan wajib pajak. Dengan adanya sistem yang lebih sederhana dan lebihterintegrasi, pengawasan terhadap penerimaan pajak diharapkan bisa lebih efektif. Hal ini juga sejalan dengan tujuan utama dari Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yaitu untuk menciptakan sistem pajak yang lebih mudah dipahami oleh masyarakatdan pelaku usaha, sehingga meminimalisir praktik-praktik penghindaran pajak yang selama ini masih menjadi masalah di berbagai sektor. Pemerintah pun telahberupaya memberikan sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat dan pelakuusaha terkait perubahan ini, agar transisi berjalan lancar dan tidak menimbulkankesalahpahaman. Kebijakan penyesuaian PPN 1% juga telah mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang beragam. Dalam hal ini, pemerintah memastikan bahwakebijakan ini tidak akan memberatkan masyarakat, terutama kelompokberpendapatan rendah. Salah satu contoh nyata dari kebijakan ini adalahpembebasan PPN untuk barang dan jasa kebutuhan pokok, seperti makanan danobat-obatan, yang tetap mempertahankan prinsip keadilan sosial. Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan Pemerintahakan menanggung kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1 persen untuktiga komoditas saat PPN 12 persen diimplementasikan pada 1 Januari 2025. Ketigakomoditas itu yakni tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atauMinyaKita. Ketiga komoditas itu dinilai sangat diperlukan oleh masyarakat umum, sehingga Pemerintah memutuskan untuk menerapkan PPN ditanggung pemerintah(DTP) atas kenaikan tarif PPN...
- Advertisement -

Baca berita yang ini