PM Kanada Jijik dengan Ulah Provokator Saat Demonstrasi di Ottawa

Baca Juga

MATA INDONESIA, OTTAWA – Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau dinyatakan positif terinfeksi Covid-19 pada Senin (31/1). Meski demikian, PM Trudeau mengakui bahwa ia dalam kondisi baik-baik saja.

“Pagi ini, saya dinyatakan positif Covid-19. Saya merasa baik-baik saja – dan saya akan terus bekerja dari jarak jauh pada pekan ini sambil mengikuti pedoman kesehatan masyarakat. Semuanya, tolong divaksinasi dan dikuatkan,” kata PM Justin Trudeau, melansir Fox News, Selasa, 1 Februari 2022.

PM Trudeau telah divaksinasi dua dosis dan menerima suntikan booster pada 4 Januari, menurut akun Twitter-nya. Namun, tes positif Covid-nya datang setelah ia dilaporkan meninggalkan kediamannya di ibu kota negara itu, Ottawa, pada Sabtu (29/1) ketika ribuan pengunjuk rasa mandat anti-vaksin berkumpul di kota itu.

Sebuah “Konvoi Kebebasan” pengemudi truk berangkat dari Vancouver ke Ottawa pada 23 Januari untuk memprotes mandat vaksin pemerintah federal untuk pengemudi truk lintas batas.

Konvoi itu mencapai ibu kota pada akhir pekan lalu, ketika ribuan pengunjuk rasa lainnya turun ke jalan untuk mengecam mandat dan pembatasan negara seputar virus corona.

“Selama beberapa hari terakhir, warga Kanada terkejut dan, sejujurnya, saya jijik dengan perilaku yang ditunjukkan oleh beberapa orang yang memprotes di ibu kota negara kami,” sambungnya.

“Kami tidak terintimidasi oleh mereka yang melontarkan hinaan dan caci maki kepada pekerja bisnis kecil, dan mencuri makanan dari para tunawisma,” katanya dikutip Yahoo News.

PM Trudeau memastikan bahwa pihaknya tidak akan menyerah pada mereka yang mengibarkan bendera rasis, pada mereka yang terlibat dalam vandalisme.

“Selalu ada hak untuk memprotes secara damai bahwa saya dan orang lain akan membela sepenuhnya sebagai bagian dari demokrasi ini. Tidak ada hak untuk menghasut kekerasan, melakukan tindakan kekerasan, atau memuntahkan kebencian. Tidak ada tempat di negara kami untuk ancaman, kekerasan, atau kebencian,” tuturnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Kebijakan Penyesuaian PPN 1% Sudah Berdasarkan UU dan Kesepakatan Stakeholder

Oleh: Adnan Ramdani )* Kebijakan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% merupakanlangkah besar yang diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara danmenciptakan sistem perpajakan yang lebih efisien serta berkeadilan. Kebijakan initelah disusun dengan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk peraturanperundang-undangan yang berlaku dan kesepakatan antara berbagai pihak terkait, sehingga tidak hanya berlandaskan pada keputusan sepihak, tetapi denganpartisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan.  Pengenaan penyesuaian PPN sebesar 1% ini merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang disahkansebagai langkah reformasi pajak di Indonesia. UU ini bertujuan untuk memperbaikisistem perpajakan yang sudah ada agar lebih modern, adil, dan efisien. Dalamproses perumusan kebijakan ini, pemerintah telah melibatkan berbagai stakeholder seperti pengusaha, asosiasi, dan masyarakat untuk memperoleh pandangan yang beragam dan mengakomodasi kepentingan berbagai pihak. Ini menunjukkan bahwakebijakan tersebut bukan hanya kebijakan yang bersifat top-down, tetapi lebihkepada hasil kesepakatan bersama yang diharapkan mampu membawa dampakpositif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Menyoal PPN yang mengalami kenaikan sampai 12%,  Menteri Koordinator BidangPerekonomian, Airlangga Hartanto, mengatakan bahwa PPN tersebut merupakanAmanah dari Undang-Undang Nomor 7 pada tahun 2021 soal HarmonisasiPeraturan Perpajakan (UU HPP). Pada Pasal 7 ayat 1 UU HPP disebutkan bahwatarif PPN sebesar 12 persen berlaku paling lamban pada 1 Januari 2025. Selain itu, Airlangga juga menyatakan bahwa untuk mengantisipasi kenaikan tarif PPN, pemerintah telah mengeluarkan sederet paket insentif untuk tahun depan. Hal inidiperuntukan agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Tarif PPN tersebutdipertahankan dengan kebijakan insentif PPN DTP, di mana pemerintahmenanggung 1 persen dari tarif PPN ketiga barang pokok penting yang seharusnyanaik menjadi 12 persen. Dengan adanya penyesuaian tarif PPN ini, banyak pihak yang melihatnya sebagailangkah yang tepat untuk memperkuat sistem perpajakan Indonesia. Sebelumnya, banyak pihak yang menganggap bahwa struktur pajak yang ada belum sepenuhnyamampu menjawab tantangan ekonomi yang semakin kompleks. Kebijakan PPN yang baru ini, meskipun ada penyesuaian tarif, tetap memberikan insentif bagisektor-sektor tertentu yang dianggap penting untuk pertumbuhan ekonomi, sepertisektor UMKM dan sektor ekspor. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk meningkatkan transparansi dankepatuhan wajib pajak. Dengan adanya sistem yang lebih sederhana dan lebihterintegrasi, pengawasan terhadap penerimaan pajak diharapkan bisa lebih efektif. Hal ini juga sejalan dengan tujuan utama dari Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yaitu untuk menciptakan sistem pajak yang lebih mudah dipahami oleh masyarakatdan pelaku usaha, sehingga meminimalisir praktik-praktik penghindaran pajak yang selama ini masih menjadi masalah di berbagai sektor. Pemerintah pun telahberupaya memberikan sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat dan pelakuusaha terkait perubahan ini, agar transisi berjalan lancar dan tidak menimbulkankesalahpahaman. Kebijakan penyesuaian PPN 1% juga telah mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang beragam. Dalam hal ini, pemerintah memastikan bahwakebijakan ini tidak akan memberatkan masyarakat, terutama kelompokberpendapatan rendah. Salah satu contoh nyata dari kebijakan ini adalahpembebasan PPN untuk barang dan jasa kebutuhan pokok, seperti makanan danobat-obatan, yang tetap mempertahankan prinsip keadilan sosial. Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan Pemerintahakan menanggung kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1 persen untuktiga komoditas saat PPN 12 persen diimplementasikan pada 1 Januari 2025. Ketigakomoditas itu yakni tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atauMinyaKita. Ketiga komoditas itu dinilai sangat diperlukan oleh masyarakat umum, sehingga Pemerintah memutuskan untuk menerapkan PPN ditanggung pemerintah(DTP) atas kenaikan tarif PPN...
- Advertisement -

Baca berita yang ini