Pindah Agama, Anak di Israel Tega Bunuh Ibunya

Baca Juga

MATA INDONESIA, YERUSALEM – Seorang anak tega membunuh dan bahkan menyembunyikan jasadnya ibunya. Pria asal Israel utara itu mengungkapkan, alasannya membunuh sang ibu lantaran pindah keyakinan dari Islam ke Kristen Ortodoks.

Menurut lembar dakwaan, Rasha Muklasha, perempuan berusia  46 tahun itu meninggalkan suaminya dan memutuskan hubungan dengan lima anaknya – termasuk tersangka, Muad Hib – pada tahun 2006. Dia kemudian pindah dari kota Zarzir ke Nof HaGalil, Isreal dan masuk Kristen.

Namun, belakangan ini Rasha kembali menjalin kontak dengan anak-anaknya setelah kematian mantan suaminya. Namun, yang tak dapat diterima Muad Hib, sang ibu telah pindah keyakinan dan itu membuatnya murka.

Menurut dakwaan, pembunuhan itu direncanakan, dengan Muad Hib mengatur pertemuan dengan ibunya pada 5 Agustus di dekat Kota Nazareth. Saat itu, ia maksud untuk membunuhnya dan membuang jenazahnya.

“Dia mencekik korban dengan tali atau tangannya, sendiri atau dengan orang lain, dengan tujuan menyebabkan kematiannya,” kata dokumen pengadilan, melansir Times of Israel, Selasa, 28 September 2021.

“Saat mencari tempat untuk menyembunyikan mayat, Muad Hib melihat penghalang jalan polisi di depan dan menabraknya. Ia berhasil melarikan diri dari tempat kejadian. Dia kemudian melakukan perjalanan menuju Sungai Yordan,” kata surat dakwaan.

Di sana, ia menggali lubang dan mengubur jasad sang ibu, kata surat dakwaan. Ia menutupi tempat itu dengan batu dan daun kering, semuanya untuk mengaburkan lokasi tubuh dan membuatnya lebih sulit untuk ditemukan.

Kemudian pada hari itu, tersangka menabrak penghalang jalan kedua yang telah disiapkan sebagai bagian dari penyelidikan. Ia ditangkap setelah pengejaran singkat di dekat Kota Nahalal, kata polisi.

Sementara pelaku lainnya yang merupakan saudara laki-lakinya, berusia 23 dan 20 tahun, ditangkap secara terpisah. Akan tetapi, tidak belum dijelaskan apakah mereka berdua juga akan didakwa.

Jenazah Rasha Muklasha ditemukan sekitar 26 jam setelah kejadian. Jasadnya ditemukan setelah pencarian intensif, yang meliputi penggunaan helikopter, anjing, kavaleri, dan unit pelacak, kata polisi.

“Kerja cepat para penyelidik dalam menemukan tersangka dan kecurigaan kasus pembunuhan, menyebabkan peluncuran semua pasukan Distrik Utara untuk operasi cepat dan ekstensif untuk menemukan mayat korban,” kata Kepala Distrik Utara Shimon Lavi.

Lavi mengatakan bahwa kasus tersebut membuktikan komitmen penuh polisi untuk menyelesaikan kejahatan di komunitas Arab Israel, dengan menggunakan segala cara yang pihak berwenang miliki.

Kejahatan kekerasan telah meningkat ke tingkat rekor di komunitas Arab dalam beberapa tahun terakhir, dengan 78 warga Arab Israel tewas dalam pembunuhan sejak 2021, berdasarkan data organisasi nirlaba Abraham Initiatives. Sementara 15 warga Palestina lainnya telah tewas di wilayah Israel.

Pihak berwenang Israel telah berjanji untuk mencurahkan lebih banyak sumber daya untuk memerangi kejahatan di berbagai tempat, setelah serangkaian penembakan baru-baru ini memicu kampanye #Arab_Lives_Matter online untuk memprotes dugaan kurangnya tindakan polisi.

Pada Juli, Perdana Menteri Israel, Naftali Bennett mengatakan bahwa kekerasan dan kejahatan di komunitas Arab Israel adalah bencana nasional. Pernyataan ini ia lontarkan saat bertemu dengan pejabat senior pemerintah dan polisi untuk merumuskan rencana nasional untuk mengatasi masalah tersebut.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini