Pesona Laut Cina Selatan dan Peran Indonesia sebagai Penjaga Perdamaian

Baca Juga

MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Laut Cina Selatan bukan hanya memesona negara-negara di kawasan Asia Tenggara, tetapi juga memesona kekuatan baru dunia, Cina. Bahkan, negara nan jauh di sana, Amerika Serikat menyimpan perhatian terhadap wilayah ini.

Secara geografis, Laut Cina Selatan sangat strategis, karena berbatasan langsung dengan enam negara Asia Tenggara, yakni Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, serta Vietnam, termasuk Cina. Wajar bila kemudian isu Laut Cina Selatan kerap mewarnai hubungan diplomatik antar negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Umumnya, isu yang timbul ke permukaan terkait dengan sengketa teritorial atau border dispute pada wilayah batas maritim yang hingga saat ini belum juga terpecahkan.

Selain itu, sengketa teritorial ini diperkeruh dengan klaim Cina dalam Nine-Dashed Line, meskipun PBB telah meneguhkan UNCLOS sebagai perbatasan maritim.

Cina melakukan klaim di Laut Cina Selatan  sebagai traditional fishing arena sejak jaman Dinasti Ming dan Dinasti Han.

Klaim serupa juga dilakukan negara-negara ASEAN yang berbatasan langsung dengan wilayah ini. Mungkin hanya Indonesia yang tidak mengklaim Laut Cina Selatan.

Laut Cina Selatan Kaya Akan Sumber Daya Alam & Jalur Kunci Perdagangan Dunia

Pemicu utama kawasan Laut Cina Selatan menjadi ajang perebutan wilayah, tak lain karena sumber daya alam di dalamnya yang melimpah. Apakah itu cadangan minyak 7 miliar barel dan 900 triliun kubik gas alam!

Bukan hanya itu, Laut Cina Selatan juga merupakan jalur kunci perdagangan dunia. Mengutip CSIS dan World Maritime Council, sekitar 25 persen arus pelayaran dunia melewati laut itu dengan valuasi barang mencapai angka 5,3 triliun dolar AS.

Jelas lah, bila kemudian wilayah perairan tersebut menjadi magnet bagi negara-negara yang memiliki visi perdagangan dan pertahanan. Tak mengherankan juga, bila kemudian perseteruan akan siapa penguasa Laut Cina Selatan tak kunjung usai, terutama antara Washington dan Beijing.

Bukan rahasia bila AS dan Cina kini terlibat dalam persaingan sengit memperebutkan pengaruh di wilayah Asia Tenggara, sehingga Laut Cina Selatan yang merupakan wilayah potensial, menjadi hotspot persaingan global kedua negara super power tersebut.

Wajar pula bila rasa khawatir kemudian menghampiri negara-negara ASEAN, pasalnya isu Laut Cina Selatan berpeluang menimbulkan gejolak regional di kawasan Asia Tenggara.

Bukan hanya itu, konstelasi global tersebut tentu berimbas ke negara-negara ASEAN. Sengketa ini juga dianggap membahayakan stabilitas keamanan nasional Indonesia, meski Indonesia tidak termasuk negara yang melakukan klaim atas wilayah tersebut. Apa sebab?

Alasannya karena perairan Indonesia di Kepulauan Natuna berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan. Di mana secara geografis, letak Kepulauan Natuna berada di ujung Utara Selat Karimata yang berbatasan langsung dengan wilayah maritim tiga negara, yakni Singapura, Malaysia, dan Vietnam.

Perlu diketahui bahwa Kepulauan Natuna juga menyimpan sumber daya alam yang luar biasa. Setidaknya terdapat 14,388,470 barel minyak bumi dan 112,356,680 barel gas alam.

Selain itu, kepulauan tersebut dianggap sebagai jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia di mana menjadi lintasan kapal-kapal yang datang dari Samudera Hindia menuju Samudera Pasifik.

Peran Indonesia sebagai Penjaga Perdamaian

Yang menarik untuk dicermati dalam konflik Laut Cina Selatan tentu saja peran Indonesia. Sejauh ini, Indonesia cukup vokal terhadap perlunya tercipta balance of power yang terjadi di Laut Cina Selatan.

Peran dan posisi Indonesia juga sangat jelas dan konsisten, begitu pula dengan hak Indonesia atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Laut Cina Selatan. Hal ini sejalan dengan Hukum Laut Internasional 1982.

Sehingga apabila nanti Cina melakukan klaim sepihak untuk menguasai Laut Cina Selatan atau Washington mengeluarkan laporan aktivitas pembangunan kekuatan yang dilakukan oleh militer Cina, maka ini akan menyinggung Indonesia sebagai pemegang kedaulatan di kawasan tersebut.

Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi mengatakan bahwa tidak ada kesepakatan apapun antara Indonesia dan Cina untuk membangun pangkalan militer bawah laut, seperti yang dituduhkan Amerika Serikat.

Selain itu, letak Indonesia yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan, memiliki peran yang penting sebagai kekuatan penyeimbang. Kendati tidak termasuk sebagai negara yang mengklaim kepemilikan wilayah Laut Cina Selatan, namun, karena adanya dinamika sengketa tersebut, maka posisi dan peran Indonesia jadi ikut terpengaruh.

Sehingga Indonesia pun harus mengambil tindakan tegas dalam meredakan konflik sengketa perbatasan tersebut, terlebih Indonesia memiliki catatan reputasi yang cukup baik dalam penyelesaian kasus-kasus terkait border dispute.

Bukan hanya itu, Indonesia juga harus lebih serius dalam meningkatkan batas wilayah di Laut Natuna, sebab hal ini menyangkut kedaulatan teritorial nasional Indonesia.

Hal itu, untuk menjaga stabilitas keamanan di Kepulauan Natuna, selain meningkatkan roda perekonomian masyarakat setempat, meningkatkan standar keamanan juga wajib dilakukan.

Misalnya dengan meningkatkan Alutsista atau Alat Utama Sistem Senjata, kemudian meningkatkan kemampuan TNI dalam pertahanan dengan menambah jumlah personil militer.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Siap Amankan Natal dan Tahun Baru, GP Ansor Gunungkidul Siagakan 300 Anggota.

Mata Indonesia, Gunungkidul - Ketua PC Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kab. Gunungkidul, Gus H. Luthfi Kharis Mahfudz menyampaikan, dalam menjaga Toleransi antar umat beragama dan keamanan wilayah. GP Ansor Gunungkidul Siagakan 300 Anggota untuk Pengamanan Nataru di Berbagai Wilayah di Kab. Gunungkidul.
- Advertisement -

Baca berita yang ini