MATA INDONESIA, JAKARTA – Perubahan iklim karena kenaikan emisi karbon akan berpotensi mengganggu stabilitas moneter dan sistem keuangan.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengungkapkan, pemanasan global akibat emisi rumah kaca ini menjadi perhatian yang signifikan karena mengarah pada ancaman, seperti cuaca ekstrem, krisis air bersih, kebakaran hutan dan gangguan lingkungan.
Menurut Destry, masalah perubahan iklim ini harus secara seksama teratasi. Mengingat, berdasarkan perhitungan ahli biaya penanganan akibat perubahan iklim lebih tinggi daripada biaya penanganan krisis global.
”Biaya penanganan masalah cuaca ekstrem yang telah mencapai USD 5,1 triliun dalam 20 tahun terakhir. Dan lebih tinggi dari biaya penanganan krisis global tahun 2008,” ujarnya, Sabtu 19 Februari 2022.
Sejumlah analis juga menyebut jika tidak ada penanganan perubahan iklim, maka suhu bumi diproyeksi akan naik sekitar 3,2° celcius, bahkan akan berimbas pada ekonomi dunia akan kehilangan 80 persen.
Akan tetapi, jika komitmen Paris Agreement berjalan di seluruh negara, maka akan meminimalisir kenaikan temperatur global.
Jika Perjanjian Paris tercapai dengan suhu tambahan maksimum di bawah 2° celcius, maka PDB global hanya akan hilang 4 persen.