MATA INDONESIA, JAKARTA – Sektor perdagangan besar dan eceran atau ritel terus menggeliat. Hal ini seiring dengan semakin baiknya penanganan Covid-19. Selain tren pemulihan ekonomi yang sudah berada di jalur positif.
Seperti sejumlah sektor bisnis lainnya. Perdagangan ritel merupakan salah satu sektor usaha yang cukup menderita akibat pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung dua tahun lebih. Penjualan ritel tergerus cukup dalam.
Mengutip data Bank Indonesia, ketika pemerintah memberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat yang dimulai 3 Juli 2021. Kinerja penjualan eceran pun terjerembab.
Kala itu, Indeks Penjualan Riil (IPR) sepanjang Juli 2021 merosot 5 persen secara bulanan dari 198,5 menjadi 188,5. Ketika PPKM mulai longgar, IPR September hanya turun 1,5 persen menjadi 189,5 dari bulan sebelumnya 192,5.
Nah untuk Oktober 2021, IPR tumbuh 1,8 persen. Atau secara bulanan mencapai 192, 91.
Apa saja komponen yang mendongkraknya? Masih menurut data yang sama. Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok perlengkapan rumah tangga lainnya, kelompok suku cadang dan aksesori, serta makanan, minuman, dan tembakau.
Penyebab kenaikan kinerja penjualan sejalan dengan mulai meningkatnya permintaan masyarakat. Seiring pelonggaran kebijakan pembatasan mobilitas serta didukung kelancaran distribusi. Kinerja perdagangan ritel yang sudah mulai membaik itu terus berlanjut hingga akhir tahun ini.
Ada beberapa faktor yang yang mendukung optimisme bisnis perdagangan ritel. Pertama, tren ekonomi Indonesia terus berada di jalur positif, baik di Q2 maupun di Q3 tahun 2021. Dan berlanjut di kuartal IV-2021.
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) pun berani mematok pertumbuhan kinerja ritel di kuartal tersebut hingga 3,5 persen. Target itu sesuai dengan asumsi bahwa perekonomian pada periode itu bisa menyentuh pertumbuhan 4,5 persen.
Kedua. Di kuartal itu konsumen juga memasuki Natal dan tahun baru atau masa liburan sehingga mereka juga sudah membuat perencanaan pengeluaran. Dari kecenderungan tersebut memunculkan asumsi bisnis perdagangan ritel semakin cerah.
Pelaku usaha tentunya berharap sejumlah data di atas itu berjalan sesuai dengan sejumlah indikator tersebut. Data dari BPS, jumlah pelaku usaha ritel di Indonesia yang terdiri dari pusat perbelanjaan dan toko swalayan pada 2020 mencapai 2.133 unit.
”Besarnya jumlah ritel tersebut menunjukkan pentingnya peranan ritel dalam menunjang aktivitas perekonomian serta dalam pemenuhan kebutuhan konsumen,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Ia menyatakan hal itu dalam pembukaan acara Hari Ritel Nasional ke-2 bertema “Ritel Tangguh, UMKM Maju, Indonesia Bangkit” yang diselenggarakan secara virtual oleh Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Kamis 11 November 2021.
Peran ritel lainnya yang tidak kalah penting adalah sebagai akses pasar bagi pelaku UMKM. Sejatinya, pelaku usaha ritel telah terjalin hubungan simbiosis yang sangat erat. Bagi pelaku UMKM, dengan keberadaan pedagang ritel, mereka dapat memasarkan produk-produknya.
Kolaborasi yang telah terjalin antara pelaku UMKM dan ritel juga dapat menciptakan lapangan usaha baru dan menyerap tenaga kerja.
Bagi pemerintah, kemitraan tersebut dapat meningkatkan kualitas dan daya saing UMKM sekaligus melakukan pembinaan terhadap branding, packaging, manajemen pemasaran, dan manajemen logistik, sehingga produk-produk UMKM bisa dikenal masyarakat dan mampu bersaing.
Insentif
Selama masa pandemi, pemerintah pun tidak tinggal diam dengan keterpurukan pelaku perdagangan ritel. Pemerintah pun memberikan sejumlah insentif antara lain PPh 21, PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 25, Restitusi PPN, dan PPN.
Oleh karena itu, Menko Airlangga mengharapkan agar pelaku usaha untuk turut serta mendukung pelaksanaan prokes di area usahanya. Sehingga, strategi pengendalian Covid-19 terwujud. Bila itu terlaksana dengan baik, percepatan pemulihan ekonomi pun terus bergulir.
Menurut Airlangga, pengendalian Covid-19 terbukti efektif dan di segi yang lain menjaga geraknya perekonomian. Dengan upaya ini momentum pemulihan ekonomi dapat terus berlanjut sampai dengan Q4 tahun 2021.
Mulai pulihnya perdagangan ritel tentu disambut gembira pelaku perdagangan ritel. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey mengatakan mereka kini mulai menggenjot usahanya. Selain juga melakukan inovasi dengan pendekatan digital.
Sejauh ini, kontribusi penjualan daring di ritel modern mencapai 25 persen. “Bagaimana pun market cap luar jaringan (offline) lebih besar, nilainya mencapai Rp 900 triliun,” ujarnya.
Meskipun pasar offline masih cukup besar, pendekatan dan pemanfaatan digital kini sudah berjalan optimal. Banyak keuntungan dengan pendekatan digital.
Melalui optimasi digitalisasi dapat membantu penghematan biaya hingga 70 persen. Di sisi lain, pertumbuhan ritel pun bisa lebih kencang lagi.