MATA INDONESIA, JAKARTA – Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta menilai bahwa dua oknum polisi yang menjual amunisi senjata api ke kelompok separatis dan teroris (KST) Papua di wilayah Nabire, Papua harus mendapatkan hukuman yang berat. Ia menilai bahwa tindakan tersebut tidak bisa ditoleransi dan dibiarkan.
“Perilaku oknum aparat yang seperti ini yang sangat keterlaluan, pemerintah harus tegas dengan menghukum seberat-beratnya terhadap oknum aparat yang menjadi pengkhianat,” kata Stanislaus kepada Mata Indonesia News, Sabtu 30 Oktober 2021.
Maka, ia mengimbau supaya aparat keamanan lebih ketat lagi dalam mengawasi aliran senjata dan amunisi. Termasuk prosedur ketika aparat sedang mengoperasikan senjata.
“Pengawasan internal perlu lebih ketat, termasuk penggunaan senjata dan amunisi, prosedur harus lebih diketatkan,” kata Stanislaus.
Dua anggota polisi itu masing-masing berinisial JPO yang bertugas di Polres Nabire, dan AS bertugas di Polres Kabupaten Yapen. Meski demikian Kasatgas Penegakan Hukum Operasi Nemangkawi, Kombes Faisal Ramadhani belum bisa menjelaskan secara rinci terkait kronologi penangkapan tersebut. Namun ia menegaskan bahwa pemeriksaan masih terus berjalan.
“(Status hukum) lagi dilakukan pemeriksaan. Belum digelar (perkara),” kata Kombes Faisal.
Sampai dengan saat ini pemerintah menggunakan Undang-undang nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagai landasan hukum. Landasan ini dipegang teguh untuk memberantas sekitar 19 kelompok separatis dan teroris yang ada di Papua.