MATA INDONESIA, JAKARTA-Energi tenaga surya diprediksi bakal menjadi komoditas unggulan yang diperebutkan banyak pihak di masa depan. Untuk itu pemerintah perlu memberikan dukungan kepada terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa.
Dalam laporan terbaru Agen Energi Internasional (IEA) disebutkan bahwa tenaga surya dan angin mendominasi sistem energi di masa depan hingga 78 persen pembangkit pada 2050, dimana tenaga surya harus meningkat dari 160 gigawatt sekarang menjadi 650 gigawatt pada tahun 2030.
Pada kesempatan yang sama, IEA menekankan pentingnya peningkatan energi terbarukan dalam dekade ini untuk mencapai emisi nol pada 2050. “Dari segi strategis, tenaga surya sedikit lebih mudah didorong pemanfaatannya karena dapat dipasang secara modular,” katanya.
Meski energi surya diproyeksikan akan menjadi komoditas populer di masa depan, namun kata dia ada banyak persoalan yang menghambat industri listrik matahari itu berkembang di Indonesia.
Kondisi kelebihan pasokan listrik yang dialami Perusahaan Listrik Negara (PLN) adalah salah satu hambatan terbesar untuk penggunaan tenaga surya. Situasi tersebut membuat pemerintah dan pengusaha swasta sulit untuk memasukkan energi terbarukan ke dalam sistem kelistrikan.
PLN merupakan pembeli tunggal listrik di Indonesia, sehingga calon investor harus memperhitungkan potensi pasar yang ada.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral hingga akhir 2020, jumlah kapasitas terpasang pembangkit energi surya di Indonesia hanya sebesar 153,5 megawatt dari total bauran energi terbarukan nasional yang mencapai 10.467 megawatt.