Pemerintah Perlu Utamakan Nasib Pelaku Usaha Mikro Selama Pandemi

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Wabah corona (COVID-19) ikut memberikan efek bagi perekonomian Indonesia. Sektor UMKM yang biasanya berkontribusi bagi perekonomian tanah air juga ikut terpapar. Dan yang paling merasakan dampaknya adalah para pelaku usaha kecil.

“Sebab jenis usaha ini sangat bergantung pada perputaran uang hasil penjualan barang dagangan,” ujar Pengamat Ekonomi Digital dari Universitas Negeri Jakarta Karuniana Dianta Arfiando Sebayang, ketika bertandang ke kantor Mata Indonesia, Kamis 22 Juli 2020.

Alasan pelaku usaha mikro yang paling merasakan imbas dari pandemi ini lantaran mereka tak memiliki ijin usaha secara resmi. Walhasil tak bisa meminjam uang dari bank. Pun kalau meminjam uang dari koperasi Simpan Pinjam juga agak sulit sebab total simpanan di sana tak begitu banyak.

Untuk itu, pemerintah perlu mendata dengan pasti jumlah pelaku usaha mikro yang mengalami kesulitan. Setelah itu baru memasukan mereka dalam program bantuan pemerintah, seperti Kartu Prakerja, subsidi tarif listrik, dan Keluarga Harapan.

“Perlu juga kebijakan untuk memudahkan pengurusan surat ijin usaha bagi mereka yang tidak memiliki identitas resmi seperti KTP maupun NPWP,” ujarnya.

Dianta pun mengungkapkan bahwa cuma minoritas UMKM yang bisa bertahan. Misalnya UMKM yang memproduksi produk-produk herbal, buah-buahan, dan sayur-sayuran yang baik untuk menjaga kesehatan dan meningkatkan daya tahan tubuh.

“Hal ini disebabkan masyarakat yang mulai mengganti pola hidup menjadi lebih sehat. Itu pun presentasenya cuma 13 persen,” katanya.

Sebagai informasi, berdasarkan hasil survey di bulan Mei dari LPEM UI, sebanyak 96 persen pelaku UKM mengaku sudah mengalami dampak negatif COVID-19 terhadap proses bisnisnya.

Sebanyak 75 persen di antaranya mengalami dampak penurunan penjualan yang signifikan. Tak hanya itu, 51 persen pelaku UKM meyakini kemungkinan besar bisnis yang dijalankan hanya akan bertahan 1 bulan hingga 3 bulan ke depan.

Lalu sebanyak 67 persen pelaku UKM mengalami ketidakpastian dalam memperoleh akses dana darurat dan 75 persen merasa tidak mengerti bagaimana membuat kebijakan di masa krisis.

Selain itu, pelaku UMKM dan koperasi juga disarankan untuk memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi mengingat perdagangan elektronik pada 2020 mencapai 130 miliar dolar AS.

Asal tahu saja, produk yang penjualannya mengalami peningkatan antara lain produk kesehatan meningkat 90 persen, produk penunjang hobi naik 70 persen, makanan pokok naik 350 persen dan makanan herbal naik 200 persen.

“Oleh karena itu pemerintah harus memastikan keberlangsungan bisnis mereka di tengah masa transisi ke arah tatanan kehidupan baru atau new normal,” ujarnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Bersinergi Menjaga Netralitas Pemilu Demi Pilkada yang Berkualitas

Jakarta - Netralitas aparatur sipil negara (ASN) menjadi perhatian utama dalam menjaga kualitas Pilkada Serentak 2024. Badan Pengawas Pemilu...
- Advertisement -

Baca berita yang ini