MATA INDONESIA, JAKARTA-Sebagai langkah penyiapan industri hijau yang kompetitif dan berdaya saing. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong transisi energi melalui peralihan energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif mengatakan banyak negara kini telah mencanangkan netralitas karbon, sehingga Indonesia perlu menyesuaikan perubahan itu agar produk yang dihasilkan oleh industri dalam negeri tidak mendapatkan sanksi pajak karbon.
“Kalau kita tidak melakukan transisi, industri akan kena pajak karbon yang membuat produk tidak kompetitif dan berakibat pabrik harus tutup atau mereka pindah ke luar,” kata Arifin.
Pemerintah Indonesia mencanangkan pencapaian target netralitas karbon pada 2060, sementara banyak negara mencanangkan pada 2050 dan juga ada beberapa negara yang mencanangkan pada 2070.
Arifin menegaskan target pencapaian itu disesuaikan dengan kondisi negara masing-masing, dan bagaimana seluruh negara di dunia bisa bekerja sama untuk mengakselerasi program-program tersebut.
Dalam peta jalan transisi energi di Indonesia, pemerintah berkomitmen untuk mencapai 23 persen energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional pada 2025.
Di akhir 2021, bauran energi dari energi baru terbarukan telah mencapai sekitar 11,7 persen.
Setelah 2030, tambahan pembangkit listrik hanya dari pembangkit energi baru terbarukan. Mulai 2035, pembangkit listrik akan didominasi oleh energi terbarukan variabel dalam bentuk tenaga surya, diikuti tenaga angin dan arus laut pada tahun berikutnya.
Hidrogen juga akan dimanfaatkan secara gradual mulai 2031 dan secara masif pada 2051. Kemudian tenaga nuklir akan masuk dalam sistem pembangkitan mulai 2049.