MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Di bawah jembatan yang sibuk di kotak Kabul, Afganistan, di antara tumpukan sampah yang dibuang, dan aliran air yang kotor, hiduplah komunitas pria tunawisma pecandu narkoba.
Penampilan mereka acak-acakan dengan wajah yang menyiratkan kesedihan. Mereka adalah manusia yang berhak untuk mendapatkan tempat layak -bukan permukiman kumuh seperti yang mereka tempati sekarang, kendatipun mereka pecandu. Setidaknya itulah isi hati salah satu pecandu narkoba yang menempati permukiman kumuh tersebut.
“Itu bukan tempat kami bagi manusia! Bahkan tidak cocok untuk seekor anjing sekalipun,” tegas Khudadad, pria berusia 48 tahun, melansir BBC.
Khudadad telah kecanduan heroin dan metamfetamin –yang dikenal sebagai sabu-sabu, selama lima tahun terakhir. Heroin telah menjadi masalah serius di Kabul, dan sekarang banyak dari para pecandu yang beralih ke sabu-sabu –obat yang lebih murah, tetapi sama berbahayanya.
“Ketika pertama kali saya mencoba, sabu masih tidak terlalu umum. Tetapi selama beberapa tahun terakhir semakin banyak orang yang mulai mengkonsumsinya,” sambungnya.
Afganistan merupakan produsen opium terbesar di dunia, dengan pasokan opium tahunan sebesar 9 ribu ton ke pasar internasional (laporan tahun 2018). Jika dimurnikan opium akan berubah menjadi heroin. Pasar terbesar opium dari Afganistan sendiri adalah Amerika Serikat.
Sebuah laporan baru yang dirilis pada Selasa (24/11), memperingatkan bahwa Afganistan menjadi penghasil metamfetamin global yang signifikan. Pusat Pemantauan Eropa untuk Narkoba dan Kecanduan Narkoba (EMCDDA) menegaskan, sabu-sabu pada akhirnya dapat menjadi industri yang sama besarnya.
Ledakan ini merupakan hasil dari penemuan para pengedar narkoba bahwa tanaman yang biasa ditemukan tumbuh liar di beberapa wilayah di Afganistan, seperti Ephedra –yakni tumbuhan yang dapat digunakan untuk membuat komponen kunci sabu, yakni efedrin.
“Kesadaran bahwa Anda dapat menghasilkan metamfetamin dari tanaman liar di wilayah pegunungan telah menjadi pengubah permainan yang mendasar,” kata Dr. David Mansfield, pakar industri obat-obatan Afganistan dan penulis utama laporan tersebut.
Dr, Mansfield mengatakan bahwa para penyelundup narkoba yang sebelumnya mengekstrak efedrin dari obat-obatan impor yang lebih mahal, sekarang dapat menggunakan alternatif yang jauh lebih murah dan beberapa bahan kimia sederhana.