MATA INDONESIA, JAKARTA – Kerusuhan di Gedung Capitol, tempat anggota kongres Amerika Serikat, membuktikan demokrasi di Negara Paman Sam ini semakin melemah.
Pemimpin Iran, Turki, Cina hingga Jerman, Inggris dan India, mengecam, dan menyesalkan aksi penyerbuan yang dilakukan pendukung Donald Trump.
Penyerbuan tersebut menyebabkan empat orang tewas. Hal ini terjadi ketika Kongres Amerika Serikat mengesahkan kemenangan Joe Biden dalam pemilihan presiden. Namun, Trump tidak mau mengakui kekalahannya.
Presiden Iran, Hassan Rouhani berpendapat bahwa kerusuhan itu menjadi alasan lemahnya demokrasi di negara tersebut. Rouhani juga menganggap Trump sebagai orang yang tak sehat.
‘’Kita saksikan apa yang terjadi saat persaingan menjadi ekstrem. Apa yang kita saksikan tadi malam dan hari ini di Amerika menunjukkan betapa lemahnya dan rentannya demokrasi Barat dan betapa lemahnya landasan,’’ ujarnya.
Rouhani juga mengatakan, kerusuhan itu diharapkan dapat menjadi pelajaran dan ia berharap Joe Biden dapat mengembalikan Amerika ke posisi yang layak.
Tak hanya Iran, Pemerintah Cina, melalui Kementerian Luar Negeri, menyamakan kerusuhan ini dengan protes prodemokrasi di Hong Kong pada tahun 2019. Ketika itu, pengunjuk rasa menyerbu dan merusak Dewan Legislatif atau parlemen Hong Kong.
Tak hanya itu, Wakil Duta Besar Besar Rusia untuk PBB, Dmitry Polyanskiy, malah menyamakan aksi kerusuhan ini dengan revolusi di Ukraina pada tahun 2014 yang bertujuan menggulingkan presiden dukungan Rusia, Viktor Yanukovich.
Sementara Kementerian Luar Negeri Turki mengajak semua pihak di Amerika Serikat untuk berperilaku sehat dengan cara mengendalikan diri dan menggunakan akal sehat.
Sedangkan Perdana Menteri India, Narendra Modi mengaku sedih mendengar berita kerusuhan dan kekerasan di Gedung Capitol Washington.
Kanselir Jerman, Angela Merkel juga mengatakan ia sangat sedih mengetahui apa yang terjadi di Kongres. ”Kami semua menyaksikan gambar-gambar penyerbuan ke Kongres AS kemarin, dan foto-foto itu membuat saya marah dan sedih,” kata Merkel.
Menurut Merkel, Donald Trump harus bertanggungjawab atas peristiwa ini karena tidak mau mengaku kalah.
Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, menyebut aksi ini sebagai pemandangan yang memalukan. ”Amerika Serikat mewakili demokrasi di seluruh dunia dan sekarang sangat penting adanya transfer kekuasaan yang damai dan tertib,” cuitnya di Twitter.
Sejumlah politikus Inggris lainnya mengikuti langkah Johnson dan mengkritik kekerasan yang berlangsung, termasuk pemimpin oposisi, Sir Keir Starmer, yang menyebutnya sebagai, ”Serangan langsung terhadap demokrasi.”
Pemimpin Skotlandia, Nicola Sturgeon, menyatakan melalui Twitter bahwa pemandangan dari Gedung Capitol “benar-benar mengerikan”.
Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Yves Le Drian, mengecam serangan mengerikan terhadap demokrasi. Sementara, Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas, mengatakan Trump dan pendukungnya ”Harus menerima keputusan akhir para pemilih Amerika dan berhenti menginjak-injak demokrasi.”
Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Jens Stoltenberg, turut bersuara dengan mengatakan bahwa hasil pemilihan “harus dihormati”.
Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau mengatakan warga Kanada “sangat terganggu dan sedih dengan serangan terhadap demokrasi”. Perdana Menteri Australia Scott Morrison juga mengecam peristiwa itu dan mengatakan bahwa dia menantikan transfer kekuasaan secara damai.
Pemerintah Venezuela mengatakan bahwa dengan kejadian yang disesalkan ini, Amerika Serikat mengalami hal-hal yang sama yang telah dipicunya di negara-negara lain akibat kebijakan-kebijakan agresinya.
Reporter: Muhammad Raja A.P.