MATA INDONESIA, JAKARTA-Penerapan pajak karbon yang sedang direncanakan pemerintah dapat mendorong perwujudan ekonomi rendah karbon dan menjaga daya saing industri Indonesia. Hal itu dikatakan oleh Pengamat kebijakan energi Paul Butarbutar.
Menurut Direktur Eksekutif Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) ini, penundaan atas pengenaan nilai ekonomi karbon bakal berdampak negatif terhadap daya saing industri di pasar dunia.
“Penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di sektor ketenagalistrikan serta inisiatif rendah karbon yang digunakan di industri-industri lain merupakan contoh nyata pergerakan menuju ekonomi rendah karbon,” ujarnya di Jakarta.
Eddie Widiono, Pendiri Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia (PJCI)
juga mengatakan pasar dunia saat ini sudah bergerak dalam pengembangan ekonomi rendah karbon di segala lini dan menjadi pertimbangan dalam hubungan perdagangan bilateral dan multilateral.
Sebagai contoh, Uni Eropa, telah memulai diskusi dengan Parlemen Eropa mengenai implementasi Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) yang menyatakan produk-produk yang masuk ke pasar Uni Eropa akan mengalami penyesuaian harga sesuai dengan tingkat emisi karbon yang terkandung dalam produk tersebut.
“Penyesuaian juga menyangkut apakah negara asal produk tersebut sudah mengatur nilai ekonomi karbon,” katanya.
Untuk itu, ia menegaskan pentingnya nilai ekonomi karbon bagi daya saing sektor industri, apalagi Indonesia tidak memiliki keleluasaan untuk menunda penerapan nilai ekonomi karbon.
“Menunda penerapan nilai ekonomi karbon dengan tujuan menjaga daya saing Indonesia sebenarnya kontraproduktif dalam kerangka berpikir daya saing global saat ini,” katanya.
Sebelumnya, pemerintah telah menyiapkan dua skema atau alternatif yang dapat dijadikan kebijakan untuk pemungutan pajak karbon di Indonesia dengan tujuan memaksimalkan pendapatan negara seiring dengan adanya pengurangan emisi gas rumah kaca.
Skema pertama yaitu mengadakan pungutan pajak karbon dengan menggunakan instrumen perpajakan yang sudah tersedia saat ini. Sedangkan skema kedua, dengan membentuk suatu instrumen baru, yaitu adanya kebijakan tersendiri mengenai pajak karbon di Indonesia.