MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Otoritas Maroko mencegah aksi unjuk rasa di ibu kota Rabat menyusul langkah kerajaan menormalisasi hubungan dengan Israel. Normalisasi hubungan kedua negara sendiri dimediasi oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Aparat kepolisian didukung oleh meriam air dan pasukan anti huru-hara dikerahkan di jalan utama menuju alun-alun Parlemen, tempat sekelompok organisasi hak asasi pro-Palestina menggelar aksi unjuk rasa.
Dua aktivis terkemuka, Sion Assidon yang merupakan koordinator Maroko untuk gerakan Boikot, Divestasi, Sanksi (BDS) internasional, dan pengacara Abderrahman Ben Amrou, dikawal oleh pihak berwenang dan diminta untuk meninggalkan daerah tersebut.
Sebagai catatan, BDS merupakan kelompok yang menyerukan tekanan ekonomi pada Israel untuk mengakhiri pendudukan tanah Palestina.
“Sayangnya, normalisasi politik, terjadi setelah proses panjang hubungan ekonomi, pertanian, pariwisata, dan akademis,” kata Assidon, seorang Yahudi Maroko, melansir Reuters, Selasa, 15 Desember 2020.
Hassan Bennajeh -seorang anggota terkemuka dari Adl Wal Ihssane yang dilarang, salah satu dari beberapa organisasi yang menyerukan protes, mengatakan larangan itu mencerminkan posisi politik yang lemah.
Elemen inti dari normalisasi hubungan Maroko-Israel adalah pengakuan AS terhadap kedaulatan Maroko atas Sahara Barat. Perselisihan yang telah berlangsung selama puluhan tahun atas wilayah tersebut telah membuat Maroko melawan Front Polisario yang didukung Aljazair, yang berusaha mendirikan negara merdeka.
Partai politik utama di Maroko menyambut baik kesepakatan dengan Israel dan pengakuan AS atas kedaulatan Maroko. Sementara kelompok Islam telah menolak normalisasi.