Omo, Presiden Terpilih Korsel Diserang ARMY!

Baca Juga

MATA INDONESIA, SEOUL – Komite transisi Presiden Korea Selatan dihantam badai kritik dari penggemar BTS, ARMY. Alasannya, komisi tersebut mempertimbangkan untuk memasukkan BTS dalam upacara pelantikan Presiden terpilih Yoon Suk-yeol.

Lebih dari 1.000 komentar diposting di situs web komite transisi presiden yang memprotes rencana tersebut. Sebagian besar komentar berbunyi “upacara pelantikan bukan festival,” “BTS bukan mainan politisi,” atau “Jangan gunakan BTS secara politis.”

Ketika kontroversi berlanjut, pada Rabu (6/4) pukul 07.00 malam waktu setempat panitia mengatakan bahwa pihaknya tidak merencanakan penampilan BTS dan tidak pernah memberikan saran atau menghubungi agensi BTS terkait undangan pada upacara peresmian.

Namun, sekitar tiga jam kemudian, komite transisi Presiden Korea Selatan tampaknya mengubah rencana dengan mengatakan bahwa mereka meninjau untuk mengundang BTS tetapi belum dikonfirmasi.

Presiden Yoon juga mendapat kecaman ketika ia menjadi kandidat untuk masalah serupa pada Februari. Kantor Yoon menampilkan gambar kecerdasan buatan Yoon, yang merujuk pada grup BTS.

Kantor tersebut memposting video berjudul “AI Yoon Suk-yeol akan bergabung dengan ARMY (nama klub penggemar BTS) hati ungu” di saluran YouTube resmi Yoon. Setelah penggemar memprotes dengan mengatakan, “Letakkan video sebelum Anda kalah dalam pemilihan,” video itu pun dihapus.

Presiden terpilih, Yoon Suk-yeol bukanlah satu-satunya politisi yang berusaha mengambil keuntungan dari reputasi global boy band tersebut.

Ketika mantan Presiden Moon Jae-in mengunjungi PBB pada November tahun lalu, ia ditemani oleh BTS sebagai “utusan khusus presiden untuk generasi dan budaya masa depan.” BTS bahkan merilis video penampilan dari lagu mereka “Permission to Dance” setelah berpidato di Sidang Umum PBB.

Sebelum kembali, beberapa kalangan politik dan media mengajukan kritik atas perjalanan Moon dengan BTS. Mereka mengkritik Moon dengan mengatakan bahwa itu hanya “untuk pertunjukan,” dan dia secara politis menggunakan popularitas BTS.

Ketika kritik berlanjut, kantor kepresidenan menjelaskan bahwa PBB telah mengundang BTS. Pembebasan wajib militer BTS juga kerap menjadi subjek politisi selama audit parlemen.

Ketika beberapa politisi berusaha untuk meningkatkan popularitas grup idola dengan terus mengangkat masalah ini, Lee Nak-yon, mantan ketua Partai Demokrat, pada 2020 mendesak anggota parlemen untuk berhenti membahas masalah ini karena publik merasa tidak nyaman melihat diskusi berulang tentang BTS.

Pada Juni 2021, ketika Rep. Ryu Ho-jeong dari Justice Party menyebutkan RUU legalisasi tato dengan memposting foto Jungkook, anggota grup BTS, para penggemar memprotes dengan keras, dan mengatakan, “Jangan gunakan itu secara politis.”

Sang politikus bahkan meminta maaf kepada ARMY. Ryu mengatakan bahwa ia ingin mempromosikan RUU dengan cara yang lebih akrab, seperti diberitakan Korea Herald.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

JAKOP dan Arah Baru Papua: Dari Persatuan Iman Menuju Kesejahteraan Sosial

Oleh: Pukat Telenggen *) Perjalanan Papua menuju kesejahteraan yang inklusif memerlukan fondasi sosial yang kuat, terutama pada tataran moral, keterhubungan komunitas, dan kemitraan strategis dengan pemerintah. Dalam konteks inilah, Jaringan Komunikasi Oikumene Papua (JAKOP) memainkan peran penting sebagai jembatan yang mempertemukanaspirasi keagamaan dengan arah kebijakan pembangunan nasional. Selamabertahun-tahun, gereja menjadi institusi yang paling dekat dengan masyarakatPapua, sehingga kontribusinya terhadap stabilitas sosial dan kemajuan ekonomimenjadi sangat signifikan. Ketua JAKOP, Pendeta Nabot Manufandu, dalam diskusi panel yang berlangsung di Jayapura, menjelaskan bahwa penguatan nilai-nilai moral berbasis Injil menjadilangkah awal yang harus diperkuat bersama. Sebagai tokoh gereja yang memahamidinamika sosial Papua, ia menyatakan bahwa kampanye moral tersebut tidakdimaksudkan sebagai agenda baru, melainkan kelanjutan dari pekerjaan lama yang terbukti relevan dalam memperkuat resiliensi masyarakat. Kesadaran moral inimenjadi salah satu unsur penting dalam pembangunan sosial yang sejalan dengankerangka kebijakan pemerintah, terutama dalam menciptakan Papua yang damaidan produktif. Di sisi lain, tokoh oikumene seperti Pendeta Fredy Toam dan Pendeta DominggusNoya memperkuat pandangan bahwa kesatuan tubuh gereja, meskipun terbagidalam banyak denominasi, merupakan pilar strategis dalam mendorong stabilitassosial. Mereka menilai bahwa kerja sama lintas denominasi tidak hanyamemperkokoh solidaritas umat, tetapi juga memperluas ruang dialog hingga kedaerah yang sebelumnya sulit dijangkau. Pendekatan seperti ini sangat mendukungagenda pemerintah yang menempatkan pembangunan manusia sebagai inti darikesejahteraan Papua. Ketika komunitas gereja bersatu dan terlibat aktif, makaprogram pemerintah, termasuk terkait pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaanekonomi, memiliki ekosistem sosial yang lebih siap untuk menerima danmenjalankannya. Pemerintah pusat telah menetapkan Papua sebagai wilayah prioritas dalam petajalan kesejahteraan nasional melalui berbagai program strategis, mulai daripendekatan pembangunan daerah otonomi baru hingga percepatan pelayanandasar. Komitmen JAKOP untuk memperkokoh hubungan lintas denominasi baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional dapat menjadi katalisator yang mempercepat penerimaan publik terhadap berbagai kebijakan tersebut. Peran gerejasebagai mitra strategis pemerintah menjadi semakin relevan karena ia memilikijaringan luas hingga ke pelosok yang sering kali tidak tersentuh oleh pendekatanformal birokrasi. Dengan demikian, transformasi sosial dapat berjalan lebih cepatdan lebih kontekstual. Salah satu poin penting yang disampaikan JAKOP adalah penanaman nilai cinta kasihdan persaudaraan dalam kegiatan gereja yang disesuaikan dengan kondisimasyarakat di berbagai wilayah Papua. Nilai-nilai ini memiliki dampak langsungterhadap stabilitas sosial karena mampu meredam berbagai narasi yang memecahbelah, sekaligus memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap negara. Pemerintahterus berupaya membangun Papua melalui pendekatan humanis yang menempatkanrakyat sebagai subjek pembangunan. Dengan dukungan gereja, pendekatantersebut mendapatkan legitimasi sosial yang lebih kuat, terutama di wilayah-wilayahyang rentan terhadap konflik atau disinformasi. Keterlibatan gereja dalam menyumbangkan pemikiran dan tindakan bagipembangunan Papua juga selaras dengan visi pemerintah menuju Indonesia Emas2045. Dalam pandangan Manufandu, kontribusi pemikiran tersebut bertujuanmemperkuat kolaborasi antara gereja, pemerintah, dan lembaga adat. Pemerintahtelah mendorong kolaborasi lintas lembaga dalam berbagai program strategis, karena kesejahteraan Papua bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi juga soalharmoni sosial dan keterpaduan nilai budaya. Komunitas adat memegang peranpenting dalam struktur sosial Papua, dan keberadaan gereja sebagai pihak yang dihormati dapat menjembatani dialog antara pemerintah dan masyarakat adatsecara lebih konstruktif. JAKOP juga menekankan pentingnya kerja kolaboratif yang melibatkan pemerintahpusat dan daerah. Selama ini, salah satu tantangan pembangunan Papua adalahkesenjangan informasi dan perbedaan cara pandang antara berbagai level pemangku kepentingan. Dengan hadirnya jaringan Oikumene yang kokoh, jalurkomunikasi antara pemerintah dan warga menjadi lebih efektif. Kerja sama dalambidang kesejahteraan masyarakat yang ditekankan JAKOP menjadi komplementerterhadap agenda pemerintah, terutama dalam memastikan akses merata terhadappendidikan, kesehatan, dan peluang ekonomi. Pendekatan kolaboratif semacam inimemungkinkan kebijakan pemerintah diterjemahkan secara lebih tepat ke dalamkebutuhan konkret masyarakat. Sinergi antara gereja dan pemerintah bukanlah sesuatu yang muncul secara tiba-tiba, melainkan hasil dari perjalanan panjang yang berlandaskan kepedulian bersamaterhadap masa depan Papua. Pemerintah membutuhkan mitra yang memahamikarakter sosial masyarakat, sementara gereja membutuhkan ruang kolaborasi yang mampu memperluas dampak pelayanan kemanusiaannya. Komitmen JAKOP yang dirumuskan melalui forum diskusi panel menunjukkan bahwa kedua belah pihakmemiliki tujuan yang sama, yaitu memastikan masyarakat Papua menikmatikesejahteraan yang berkeadilan dan berkelanjutan. Jika sinergi ini dijaga dan diperkuat, maka Papua memiliki peluang besar untukmenjadi contoh keberhasilan pembangunan inklusif di Indonesia. Langkah-langkahkolaboratif yang dilakukan hari ini akan menentukan bagaimana Papua menapaki 20 tahun ke depan menuju Indonesia Emas 2045. Pembangunan yang melibatkankekuatan moral, sosial, dan kebijakan publik secara terpadu akan menciptakanekosistem yang memungkinkan masyarakat hidup lebih sejahtera, lebih damai, danlebih optimis terhadap masa depan sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia. *) Pemerhati Isu Sosial dan Pembangunan Daerah Papua
- Advertisement -

Baca berita yang ini