Obama Haramkan Tindakan Represif Militer Myanmar

Baca Juga

MATA INDONESIA, WASHINGTON – Mantan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama terkejut dengan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan Myanmar terhadap warga sipil setelah merebut kekuasaan dalam kudeta.

Ia juga mendukung upaya pemerintahan Presiden Joe Biden dan negara-negara yang menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap para jenderal yang terlibat dalam aksi menggulingkan pemerintahan de facto Myanmar yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi.

“Upaya militer yang tidak sah dan brutal untuk memaksakan kehendaknya setelah satu dekade kebebasan yang lebih besar jelas tidak akan pernah diterima oleh rakyat dan tidak boleh diterima oleh dunia yang lebih luas,” tulis Obama dalam akun Twitter, melansir Reuters, Selasa, 27 April 2021.

“Tetangga Myanmar harus mengakui bahwa rezim pembunuh yang ditolak oleh rakyat hanya akan membawa ketidakstabilan yang lebih besar, krisis kemanusiaan, dan risiko negara gagal,” sambungnya.

Sebagai informasi, Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi kepada perusahaan permata milik Myanmar. Langkah ini ditempuh AS dalam upaya membatasi junta militer menghasilkan pendapatan.

Ini juga merupakan langkah terbaru dari pemerintahan Presiden Joe Biden yang menargetkan para jenderal –yang merebut kekuasaan di Myanmar pada 1 Februari dan telah menewaskan ratusan warga sipil dalam demonstrasi yang menentang kudeta.

“Tindakan hari ini menyoroti komitmen Departemen Keuangan untuk menolak sumber pendanaan militer Burma, termasuk dari perusahaan-perusahaan milik negara utama di seluruh Burma,” kata Direktur Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri Departemen Keuangan AS, Andrea Gacki (9/4).

Presiden kulit hitam pertama dalam sejarah Amerika Serikat itu juga mengimbau warga Myanmar yang anti-kudeta untuk menjalin solidaritas dengan kelompok etnis dan agama.

“Ini adalah masa-masa kelam, tetapi saya tersentuh oleh persatuan, ketangguhan, dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi yang ditunjukkan oleh begitu banyak orang Burma, yang menawarkan harapan untuk masa depan yang bisa dimiliki Myanmar melalui para pemimpin yang menghormati keinginan rakyat,” tuturnya.

Berdasarkan data Kelompok Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) telah menewaskan 751 jiwa sejak gerakan pembangkangan sipil massal meletus untuk menantang kudeta dan menangkap lebih dari 3,431 orang telah ditahan karena menentang kudeta, termasuk Aung San Suu Kyi yang menghadapi dakwaan yang dapat membuatnya dipenjara selama 14 tahun.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pemerintah Pastikan Stok Pupuk Subsidi Aman untuk Dukung Ketahanan Pangan

Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Pertanian memastikan bahwa stok pupuk subsidi bagi petani dalam kondisi aman dan akan terus...
- Advertisement -

Baca berita yang ini