MATA INDONESIA, DENPASAR – Menghadapi terorisme negara tidak boleh berlebihan agar teroris tetap menjadi “kucing.” Jika dihadapi dengan tindakan militer berlebihan mereka justru akan menjadi “harimau”
Hal itu diungkapkan Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen (Purn) Ansyaad Mbai dalam sebuah webinar, Sabtu 31 Oktober 2020.
Menurutnya, militer berperan penting dalam melakukan kontra terorisme sebagai perbantuan. Terutama jika upaya-upaya penegakan hukum tidak berdaya lagi menghadapi ancaman terorisme.
Peran itu sesuai dengan amanat UU Nomor 5 Tahun 2018 dan UU Nomor 34 Tahun 2004 yang menjelaskan bahwa perbantuan TNI dalam kontra terorisme haruslah melalui sebuah keputusan politik berbentuk perintah presiden dengan persetujuan DPR.
Menurutnya, salah satu yang menjadi tujuan aksi terorisme adalah memancing respon keras dari negara sehingga dapat dijadikan pembenaran tujuan aksi terorisme itu sendiri.
Maka, pendekatan melalui sistem peradilan kriminal menjadi cara terbaik dalam penanganan terorisme, sehingga kepolisian menjadi ujung tombak kontra terorisme.
Namun, penyebab terorisme multi-faktor sehingga dibutuhkan sebuah whole of government approach untuk dapat mengatasinya di mana tiap instansi dan lembaga pemerintahan memiliki peran dan tugasnya masing-masing.
Menangani terorisme menurutnya diperlukan pemahaman mendalam tentang apa itu terorisme, terutama manifest dari kelompok teroris seperti apa dan siapa tujuan mereka.
Namun, tujuan akhir semua teroris itu sama menghendaki perubahan politik akan tetapi pada tujuan-tujuan politik ini itu beragam juga.
Ada yang tujuannya untuk menguasai suatu wilayah teritorial sebagai tanah airnya, ada yang menghendaki perubahan sistem kenegaraan dan sistem sosial secara menyeluruh.