MINEWS.ID, JAKARTA – Kegagalan terbesar dalam hidup Sutopo Purwo Nugroho terjadi pada 2012, namun nasihat sang ayah, Suharsono Harsosaputro, justru membuatnya menjadi sangat berguna bagi masyarakat, menyebarkan informasi benar soal bencana alam.
Penyesalan itu adalah gagal menjadi profesor riset yang sudah diharapkannya sejak Sutopo bekerja di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Rencananya, November 2012 dia akan menyampaikan orasi profesor riset dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Saat itu semua berkas dan administrasinya sudah disetujui LIPI. Surat keputusan (SK) dirinya sebagai peneliti utama sudah ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Anak-anaknya bahkan sudah membuat setelan jas. Waktu itu sang ayah, Suharsono sudah merencanakan mengadakan syukuran. Gedung dan katering sudah dipesan.
Namun, karena Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sangat membutuhkan tenaganya Sutopo pun batal menjadi profesor riset. Saat itu dia harus menjalankan tugas sebagai Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB.
Dengan alasan BNPB bukan lembaga riset maka rencana pengukuhan tersebut dibatalkan sebelum sebelumnya.
“Padahal status saya adalah peneliti BPPT yang diperbantukan di BNPB,” ujar Sutopo kepada wartawan pada suatu kesempatan.
Saat itu Kepala LIPI menganjurkan dia mengundurkan diri dari BNPB kembali ke BPPT untuk memperoleh gelar idamannya itu.
Namun, Mayjen (purn) Syamsul Maarif yang saat itu menjabat Kepala BNPB memintanya tetap di badan tersebut karena tenaga Sutopo sangat diperlukan.
Dia juga berkonsultasi dengan ayahnya. Suharsono pun menegaskan tidak masalah Sutopo batal mendapat gelar profesor.
“Bapak saya bilang, ‘Topo, orang hidup itu tidak selamanya lurus. Ada kalanya belak-belok. Ada jurang dalam perjalanan kita. Jika ada orang tidak suka sama kamu, kamu jangan dendam. Jangan kamu balas. Mungkin itu sudah jalan hidupmu. Kamu tidak jadi profesor tidak apa-apa. Bapak sudah bangga dengan apa yang kamu raih. Biarkan masyarakat yang menilai kamu’. Begitu bapak saya bilang seperti itu, lega rasanya.”
Hasilnya menjelang akhir hayatnya, Sutopo menerima banyak penghargaan atas dedikasi menyebarkan informasi benar soal bencana alam. Termasuk The First Responder Asia dari The Straits Time, Singapura.