MATA INDONESIA, NAYPYIDAW – Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Tom Andrews mengatakan bahwa jenderal militer Myanmar seolah siap memerangi rakyatnya yang memiliki perbedaan pendapat.
Statement Andrews bukan tanpa sebab. Pasalnya, pasukan keamanan mengerahkan kendaraan lapis baja di sejumlah kota-kota besar. Usai militer menggulingkan pemerintah terpilih dan menahan sang pemimpin, Aung San Suu Kyi, warga Myanmar melakukan aksi demonstrasi, sekaligus menjadi yang terbesar dalam lebih dari satu dekade.
“Seolah-olah para jenderal telah menyatakan perang terhadap rakyat,” tulis Pelapor Khusus PBB, Tom Andrews di akun Twitter, melansir Reuters, Senin, 15 Februari 2021.
“Penggerebekan larut malam; meningkatkan penangkapan; lebih banyak hak dilucuti; penutupan Internet lainnya; konvoi militer memasuki komunitas. Ini adalah tanda-tanda putus asa. Perhatian jenderal: Anda AKAN dimintai pertanggungjawaban,” sambungnya.
Penahanan Aung San Suu Kyi atas tuduhan impor enam radio walkie-talkie secara ilegal akan berakhir pada Senin (15/2). Sang pengacara, Khin Maung Zaw, tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar tentang apa yang akan terjadi.
Usai kudeta militer yang terjadi pada 1 Februari 2021, ratusan ribu warga Myanmar dari berbagai lapisan masyarakat turun ke jalan untuk mengecam kudeta militer, yang menggagalkan transisi tentatif Myanmar menuju demokrasi. Para demonstran juga mendesak militer untuk membebaskan sang peraih Nobel Perdamaian.
Kerusuhan telah menghidupkan kembali ingatan akan pecahnya pertentangan berdarah terhadap hampir setengah abad pemerintahan langsung militer, yang berakhir ketika militer memulai proses penarikan diri dari politik sipil tahun 2011.
Selain demonstrasi di seluruh negeri, para penguasa militer menghadapi pemogokan oleh pegawai pemerintah. Hal ini merupakan bagian dari gerakan pembangkangan sipil yang melumpuhkan banyak fungsi pemerintahan.
Di negara bagian utara Kachin, militer dikerahkan ke pembangkit listrik yang memicu konfrontasi dengan para demonstran. Beberapa demonstran meyakini, tentara bermaksud memutuskan aliran listrik.
Sementara di ibu kota negara bagian, Myitkyina, pasukan keamanan melepaskan tembakan guna membubarkan demonstran. Dalam rekaman siaran langsung di jejaring sosial Facebook menunjukkan, pasukan keamanan menggunakan peluru karet dan melepaskan tembakan langsung.
Pada Senin (15/2), lebih dari selusin truk polisi dengan empat kendaraan meriam air dikerahkan di dekat Pagoda Sule di pusat kota Yangon, yang telah menjadi salah satu lokasi protes utama di ibukota komersial, ketika sekelompok kecil pengunjuk rasa mulai berkumpul di luar bank sentral dan kedutaan Cina.
Tak lama setelah tengah malam, penduduk melaporkan gangguan internet. Keempat jaringan telekomunikasi tidak dapat diakses dari sekitar jam 1 pagi pada hari Senin (1830 GMT) hingga sekitar jam 9 pagi.
Pada hari-hari awal setelah kudeta, jaringan internet terputus di seluruh negeri. Kondisi di Myanmar kian mencekam, manakala tentara melakukan penangkapan di setiap malam. Mereka bahkan menerbitkan amandemen hukum pidana yang bertujuan untuk membungkam perbedaan pendapat.