MATA INDONESIA, JAKARTA – Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi 5,01 persen pada kuartal 1 (Q1)-2022.
Capaian ini menyentuh zona atas dalam prediksi pemerintah pada level 4,2–5,2 persen year on year (yoy). Tren pemulihan ekonomi terlihat mampu berjalan konsisten, setelah pada Q4-2021 mencatatkan pertumbuhan 5,02 persen. Dan itu bisa mengangkat growth Indonesia ke-3,69 persen sepanjang 2021.
Badan Pusat Statistik mengumumkan pencapaian pertumbuhan ekonomi dalam bentuk pendapatan domestik bruto (PDB). Dari sisi produksi, pendorong utama pertumbuhan PDB ini adalah dari sektor transportasi dan pergudangan yang mengalami pertumbuhan 15,79 persen. Dari sisi pengeluaran, kontribusi terbesar berasal dari komponen ekspor barang dan jasa yang tumbuh 16,22 persen.
‘’Sudah (kembali) normal dan baik,’’ kata Presiden Joko Widodo, dalam kata pengantarnya ketika membuka sidang kabinet pascaLebaran di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 9 Mei 2022 siang. ‘’Perbandingan eberapa negara lain, growth kita sangat baik. Kita perlu pertahankan, dan kita tingkatkan di kuartal kedua,’’ ujar Presiden Jokowi.
Negara di Asia Timur dan Tenggara memang tak bisa lepas dari tekanan inflasi global yang muncul akibat pandemi berkepanjangan. Negeri dengan ekonomi kuat seperti Tiongkok pun belum dapat tumbuh secepat biasanya.
Pada Q1-2022 Tiongkok hanya tumbuh 4,8 persen. Korea Selatan yang punya beban ganda, inflasi global serta gelombang besar varian Omicron, tumbuh 3,1 persen. Taiwan telah mengumumkan pertumbuhan Q1-2022 sebesar 3,1 persen dan Singapura 3,4 persen.
Pada periode yang sama Thailand mencatat growth 3,2 persen. Dan Malaysia tak lebih dari 4 persen. Vietnam mencatat yang tertinggi di ASEAN yakni 5,03 persen.
Ketahanan ekonomi Indonesia tidak hanya pertumbuhan yang relatif lebih tinggi. Melainkan juga inflasi yang cukup terkendali. Pada Maret 2022, inflasi di Indonesia 2,64 persen (yoy), terendah kedua di Asia Tenggara setelah Vietnam.
Inflasi di negara-negara ASEAN dan Asia Timur memang rendah. Masih di kisaran 4 persen, India (7,5 persen), Uni Eropa (7,8 persen), Amerika Serikat (8,5 persen) pada April 2022 lalu (yoy).
Namun, memasuki Ramadan pada April 2022, inflasi di Indonesia mengeliat naik. BPS mencatat inflasi April 2022 sebesar 3,47 persen (yoy), yang menunjukkan besaran kenaikan harga-harga. Menurut BPS, inflasi pada April 2022 itu terjadi karena kenaikan harga makanan dan minuman, tembakau (rokok), perumahan, air, listrik, bahan bakar minyak (BBM), serta perlengkapan rumah tangga. Sampai harga layanan kesehatan, transportasi, rekreasi, serta sejumlah jasa lainnya.
Kondisi ini pun mengindikasikan bahwa kenaikan harga lebih banyak karena tingginya permintaan ketimbang kenaikan harga pokok barang dan jasa di tingkat produsen.
Uang Meningkat
Penarikan uang tunai periode Ramadan dan Lebaran 2022 telah mengalami peningkatan. Bank Indonesia (BI) mencatat, realisasi penarikan uang tunai pada periode Ramadan-Lebaran 2022 mencapai Rp 180,2 triliun, meningkat 16,6 persen.
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari kondisi prapandemi 2019 yang besarnya Rp172 triliun. Ada kenaikan sebesar 9,21 persen. “Realisasi tersebut masih dalam kisaran alokasi uang tunai yang telah siap, ” ujar Erwin Haryono.
Lonjakan penarikan uang tunai itu terjadi di seluruh Indonesia. Jawa menjadi wilayah dengan nilai penarikan tunai tertinggi yaitu Rp110,1 triliun. Tumbuh 19,6 persen dari tahun lalu. Menyusul Sumatra sebesar Rp 35,3 triliun, tumbuh 6,5 persen (yoy). Yang ketiga wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua sebesar Rp 15 triliun, dan tumbuh 13,3 persen (yoy).
Selain penarikan uang tunai, BI juga mencatat transaksi nontunai lewat BI-FAST (cara pembayaran ritel atau transfer mata uang Rupiah antarbank secara online dan real time lewat One Mobile dan Velocity), dengan volume yang besar.
Transaksi yang terus beroperasi di hari libur Lebaran itu mencatat angka nominal transaksi sebesar Rp 100,25 triliun pada April 2022. Tumbuh sebesar 51,9 persen secara bulanan (month to month/mtm). “Nominal transaksi tertinggi terjadi pada H-7 Idulfitri sebesar Rp5,93 triliun dengan volume sebanyak 1,28 juta transaksi,” ujar Erwin.
Angka-angka besar itu masih belum termasuk transaksi belanja online yang nilainya juga melonjak. Belum ada laporan resmi angkanya. Prakiraan akan mengalami lonjakan besar dari Maret 2022 yang mencatat transaksi Rp27 triliun. Perputaran uang dalam jumlah pada besar itu bisa memulihkan segenap rantai pasok yang sebagian tertidur selama pandemi.
Transaksi besar itu yang ikut mengungkit inflasi pada April 2022. Konsumsi masyarakat yang besar pada April dan Mei 2022 akan menjaga pertumbuhan PDB Indonesia pada Q2-2022. Angka growth di atas 5 persen sangat mungkin terjadi pada Q2-2022. Dengan catatan, bila momentum ekonomi Lebaran bisa terus berlanjut, dan tak terjadi gangguan ekonomi, termasuk di dalamnya gelombang baru pandemi.
Gangguan Ekonomi
Namun, potensi gangguan itu ada. Di depan rapat kabinet, Presiden Joko Widodo menyebutkan ada tiga isu yang berpotensi mengganggu perekonomian global.
- Pertama, inflasi global.
- kedua, konflik geopolitik berupa perang di Ukraina.
- Ketiga, kebijakan moneter Amerika Serikat yang agresif, yang bisa berdampak ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Menghadapi inflasi yang tinggi, The Federal Reserve (The Fed) telah menaikkan lagi suku acuannya setinggi 50 poin menjadi 1 persen pada Rabu 4 Mei 2022. Kenaikan suku bunga itu biasanya akan berdampak pada penguatan nilai tukar USD terhadap mata uang lain. Dampaknya, mata uang lain, termasuk Rupiah, akan mengalami tekanan dan dapat menganggu perekonomian nasional. Secara domestik, tujuan The Fed menaikkan suku bunga itu ialah manarik uang beredar di masyarakat ke perbankan agar terpakai untuk kegiatan produktif dan mengurangi konsumsi.
Gangguan lainnya, yakni inflasi global yang tak kunjung menyusut, antara lain, karena perang di Ukraina. Dampak dari semua persoalan itu ialah problem ketersediaan barang dan harga-harga. Terutama pada sektor pangan dan energi. Presiden Jokowi berpesan agar semua kementerian yang terkait dengan isu-isu tersebut terus mencermati dampaknya bagi Indonesia.
Presiden pun memerintahkan Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung Wibowo menjadwalkan rapat kabinet rutin seminggu sekali membahas persoalan ekonomi itu. Dengan demikian, akan ada keputusan cepat untuk merespons keadaannya. Tujuannya, agar ketersedian batang-barang terjaga, utamanya ialah energi dan bahan kebutuhan pokok masyarakat, serta harganya terjangkau.