Metode Padat Karya Percepat Pemulihan Ekonomi

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Pelaksanaan rehabilitasi mangrove tahun ini dijalankan dengan metode padat karya sebagai salah satu upaya pemerintah untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi terutama pada pada pandemi Covid-19.

Hal itu disampaikan Kepala Badan Rehabilitasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Hartono.

Ia mengatakan kegiatan padat karya penanaman mangrove di 9 provinsi tahun ini diperkirakan akan melibatkan 203.500 orang warga. Anggaran rehabilitasi keseluruhan, tambahnya, sekitar Rp1,5 triliun dan sebagian besarnya digunakan untuk pembibitan dan penanaman dengan tenaga kerja berasal dari masyarakat desa.

“Bagi kami, bekerja dengan masyarakat secara langsung di tapak bukan hal baru. Pada pelaksanaan restorasi gambut periode sebelumnya, pendekatan inilah yang kami kedepankan,” ujarnya.

Dikatakannya rehabilitasi mangrove tahun ini dilakukan pada areal sekitar 83 ribu hektar secara bertahap sedangkan.9 provinsi yang dijadikan lokasi, yakni Sumatera Utara, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua dan Papua Barat.

Terkait roadshow di tiga provinsi tersebut, Hartono menyatakan, tujuan kegiatan yang berlangsung kurang lebih seminggu tersebut untuk menyosialisasikan program restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove tahun 2021-2024 kepada para pihak di daerah.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Media Sosial sebagai Alat Propaganda: Tantangan Etika dalam Pengelolaan oleh Pemerintah

Mata Indonesia, Jakarta - Di era digital, media sosial telah menjadi saluran utama komunikasi massa yang memfasilitasi pertukaran informasi dengan cepat. Dalam kerangka teori komunikasi, media sosial dapat dilihat sebagai platform interaksi yang bersifat dialogis (two-way communication) dan memungkinkan model komunikasi transaksional, di mana audiens tidak hanya menjadi penerima pesan tetapi juga pengirim (prosumer). Namun, sifat interaktif ini menghadirkan tantangan, terutama ketika pemerintah menggunakan media sosial sebagai alat propaganda.
- Advertisement -

Baca berita yang ini