MATA INDONESIA, JAKARTA-Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB)Â Tjahjo Kumolo menegaskan kepada kepala daerah tidak lagi merekrut tenaga honorer. Karena hal itu membuat jumlah tenaga honorer dan anggaran ikut membengkak.
Ia meyakini praktik ini tak diterapkan lagi terjadi karena proses seleksi tenaga honorer harus melalui persetujuan sejumlah pihak.
“Bicara tenaga honorer, ini kita tidak bisa salahkan siapa-siapa. Jujur, kalau kita ikuti awal-awal dulu yang pensiun 10, yang meninggal 10, pasti memasukkan pegawainya ada yang 50 ada yang 100. Itu jelas. Makanya membengkak seperti ini,” ujar Tjahjo di hadapan anggota Komite I DPD RI.
Kedua, setiap kepala daerah hasil Pilkada Serentak pasti membawa gerbong. Kadang-kadang tidak pas ditaruh di mana.
“Kemarin kami mendatangi Pak Mendikbud itu banyak tenaga guru yang diambil oleh kepala daerah untuk menjadi pejabat struktural. Kan tidak pas juga,” katanya.
Alhasil tenaga honorer yang diangkat itu tak sesuai kebutuhan organisasi dan justru menjadi beban. Karena itu perbaikan komposisi hingga pelarangan perekrutan pun dilakukan.
Pelarangan perekrutan tenaga honorer di lingkungan pemerintahan seluruh Indonesia menurut Plt Kepala Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Paryono sebenarnya sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018. Pasal 96 yang terdiri atas tiga ayat dilarang bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN.
Ayat dua dituliskan larangan itu berlaku pula bagi pejabat lain di lingkungan instansi pemerintahan yang melakukan pengangkatan pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK.
Jika ada pelanggaran, pada ayat ketiga dijelaskan sanksi akan diberikan kepada PPK atau pejabat tersebut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu Deputi SDM Aparatur Kemenpan-RB Setiawan Wangsaatmaja menuturkan tenaga honorer yang tersisa kini tengah dalam proses perampungan untuk diangkat, baik melalui jalur seleksi CPNS ataupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Seperti diketahui, sesuai Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, di pemerintahan memang tak ada istilah tenaga honorer. Hanya ada pegawai negeri sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Ini yang masih memenuhi syarat untuk seleksi CPNS, dipersilakan. Tapi tetap seleksi. Dan yang lulus kurang lebih 8.000,” katanya.
Dan yang tidak memenuhi syarat usia CPNS, silakan mengikuti seleksi PPPK. Dan dengan cara seperti ini, ASN yang masuk melalui mana pun juga pastinya akan lebih selektif. Sedangkan yang lulus P3K ini kurang lebih ada 51 ribu dan mayoritas dari guru.