MATA INDONESIA, JAKARTA – Wabah COVID-19 ternyata memperdalam kesenjangan di antara negara-negara, dengan negara miskin menjadi yang paling terdampak. Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, kondisi ini membuat krisis ekonomi terburuk dengan pertumbuhan global diperkirakan turun 3 persen.
Untuk kondisi di Asia Tenggara, pertumbuhan ekonomi bisa turun 1 persen, menurut perkiraan Bank Pembangunan Asia (ADB). “Seperti yang selalu terjadi, negara berkembang dan least developed countries menghadapi risiko yang lebih besar,” kata dia saat mengisi diskusi publik secara daring mengenai COVID-19, yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dari Jakarta, Jumat 8 Mei 2020.
Sementara Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyatakan hampir 1,6 miliar pekerja sektor informal, yang mencakup separuh dari tenaga kerja global, telah terganggu mata pencahariannya. Sekretaris Jenderal PBB pun memperingatkan bahwa akibat COVID-19, angka kemiskinan dapat meningkat 500 juta orang.
Bahkan Program Pangan Dunia (WFP) menyebut jika tidak menekan laju COVID-19 bisa membawa 130 juta orang ke ambang kelaparan pada akhir tahun ini. Tidak hanya itu, Menlu Retno menyebut pandemi itu telah memunculkan tantangan globalisasi.
Yakni dengan banyak negara memberlakukan isolasi dan proteksionisme, menutup perbatasan, mengusir warga asing, hingga membatasi ekspor peralatan medis yang justru sangat dibutuhkan oleh semua negara pada masa ini.
“Kami orang Asia, sering kali mendapat stigma di banyak tempat sebagai orang yang membawa virus. Orang asing dan warga negara yang kembali juga menjadi sasaran. Kelompok rentan ini adalah yang paling terpukul akibat pandemi. Pada saat yang sama, persaingan politik global menguat ketika kekuatan-kekuatan besar memainkan permainan ‘saling menyalahkan’ terkait virus ini,” kata Retno.
Berbagai perkembangan tersebut dinilainya tidak kondusif, pada saat solidaritas dan kolaborasi global sangat diperlukan untuk memerangi COVID-19.
Diketahui, Amerika Serikat telah mendapat dukungan dari sejumlah pihak seperti Australia, Taiwan, Swedia, dan Jerman untuk melakukan penyelidikan mengenai asal-usul virus corona baru.
Presiden AS Donald Trump yang mengatakan bahwa virus tersebut kemungkinan terkait dengan laboratorium di Wuhan, menyebut China tidak terbuka atas penanganan wabah. WHO sendiri telah mengumumkan temuan mereka bahwa virus corona ditularkan dari hewan ke manusia di China, pada akhir tahun lalu.
Badan PBB itu juga menegaskan bahwa virus yang menyebabkan penyakit COVID-19 bukan berasal dari rekayasa laboratorium.