Menjelang G20, Komitmen Bersama Menuju Netral Karbon

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Potensi investasi di sektor kelistrikan menuju netral karbon 2060 cukup besar. Pemerintah tidak akan bisa menyediakan sendiri kebutuhan investasi sebesar itu sendirian. Butuh kemitraan swasta untuk bisa merealisasikan komitmen, termasuk berkaitan isu lingkungan secara bersama.

Dari sisi tingkat rasio elektrifikasi, tahun ini sudah mencapai 99,4 persen, naik 0,2 persen. Tahun depan, rasio itu diharapkan sudah mencapai 100 persen.

Meskipun rasionya sudah mendekati 100 persen, pembangunan sektor kelistrikan negeri ini tetap digenjot seiring dengan permintaan listrik yang tetap meningkat, terutama dari sektor industri.

Di sisi lain, pembangunan pembangkitan tidak bisa lagi mengandalkan pembangkitan fosil. Apalagi Indonesia sudah berkomitmen menekan emisi karbon dengan target netral karbon pada 2060.

Sejumlah strategi dan kebijakan pun sudah dirancang untuk menuju komitmen tersebut. Bahkan, pemerintah telah menerbitkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030.

RUPTL itu pun cukup memberikan penjelasan bahwa Indonesia terus berusaha memenuhi komitmennya terhadap isu perubahan iklim. Bentuk komitmen berupa memperbesar porsi pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT).

Target bauran EBT dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) adalah 23 persen pada 2025. Saat ini porsi EBT baru mencapai 14 persen hingga akhir 2020.

”RUPTL PLN 2021-2030 saat ini merupakan RUPTL lebih hijau karena porsi penambahan pembangkit EBT sebesar 51,6 persen, lebih besar dibandingkan pembangkit berbasis fosil dengan porsi 48,4 persen,” ujar Arifin Tasrif, Menteri ESDM dalam berbagai kesempatan.

RUPTL PLN itu menyebutkan perusahaan plat merah akan mendongkrak porsi pembangkitan yang lebih hijau, program pembangkitan dengan kapasitas 35,000 MW tetap berjalan. Dari program itu, dalam dua tahun ke depan, ada sekitar 14.700 MW—sebagian besar dari PLTU batu bara—yang akan masuk ke jaringan pembangkitan PLN.

RUPTL PLN 2021–2030 pun sudah disahkan melalui Keputusan Menteri ESDM nomor 188.K/HK.02/MEM.L/2021 tanggal 28 September 2021. Di RUPTL itu juga tidak akan mengakomodasi rencana PLTU baru, kecuali yang sudah berkomitmen sebelumnya dan sudah melakukan konstruksi. Artinya, RUPTL itu membuka ruang yang cukup besar untuk pengembangan EBT menggantikan rencana PLTU dalam RUPTL sebelumnya.

Dalam hitungan kementerian itu, kebutuhan investasi untuk membangun pembangkit EBT demi mencapai target netral karbon pada 2060 mencapai Rp14.950 triliun atau Rp360 triliun per tahun.

Artinya, Indonesia harus menyediakan investasi setidaknya USD25 miliar (Rp 360 triliun) per tahun untuk mencapai target netral karbon pada 2060. “Kebutuhan listrik nasional pada 2060 sepenuhnya bakal dipasok dari energi terbarukan,” ujar Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana.

Dana Besar

Kebutuhan untuk merealisasikan pembangunan pembangkit EBT pada tahun tersebut terbilang cukup besar. “Biaya perhitungan kami basisnya keperluan pembangkit, USD1.043 miliar atau USD25 miliar per tahun untuk 40 tahun ke depan,” katanya

Pemerintah sebelumnya juga memproyeksikan kebutuhan listrik nasional pada 2060 bakal meningkat menjadi 1.885 terawatt hour (TWh). Dari jumlah tersebut sepenuhnya akan dipasok oleh pembangkit dari EBT.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, berdasarkan pemodelan yang telah dibuat pemerintah, dari proyeksi kebutuhan listrik pada 2060, permintaan listrik PLN diperkirakan 1.728 TWh. Sedangkan dari non-PLN sebesar 157 TWh. Adapun proyeksi konsumsi listrik per kapita diproyeksi akan mencapai lebih dari 5.000 kilowatt hour (kWh) pada 2060.

Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut dan dalam mencapai net zero emission, maka pemenuhan kebutuhan listrik EBT sebesar 1885 TWh pada 2060 akan dipasok dari pembangkit EBT sebesar 635 GW.

Dalam paparannya, Dadan Kusdiana menjelaskan, kebutuhan investasi pembangkit listrik ini didominasi oleh energi baru terbarukan. Sebanyak 70 persen pendanaan dioptimalkan untuk pengembangan hydropower, panel surya, pembangkit nuklir, dan battery energy storage system (BESS).

Energi hidro atau pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) membutuhkan investasi masing-masing USD230,04 miliar dan USD169,7 miliar. Kementerian memproyeksikan pengembangan listrik untuk PLTA mencapai 74,9 gigawatt (GW) dalam 40 tahun ke depan.

Adapun, PLTS ditargetkan mampu menyediakan daya 464,8 GW. Pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN diproyeksi menyedot dana hingga USD182,5 miliar untuk membangun pembangkit 34 GW, sedangkan BESS memerlukan investasi sekurang-kurangnya USD119,8 miliar. Total kebutuhan investasi USD1.043 miliar ini diproyeksi untuk mencapai kapasitas listrik 707,7 GW.

Angka ini belum termasuk teknologi storage yang tengah dikembangkan dunia untuk pembangkit energi terbarukan. Terkait energi terbarukan, pihaknya membidik percepatan pengembangannya sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2021—2030.

Data kementerian menyebutkan bahwa potensi energi surya paling tinggi mencapai 3.295 GW dengan pemanfaatan 194 MW. Selain itu energi hidro telah dimanfaatkan 6.432 MW dari potensi 94 GW. Selanjutnya, bioenergi memiliki potensi 57 GW dan telah dimanfaatkan 1.923 MW.

Adapun angin memiliki potensi 155 GW, namun pemanfaatannya baru 154 MW. Sementara itu, panas bumi telah dimanfaatkan 2.186 MW dari potensi 24 GW. Terakhir energi laut atau samudra masih belum dimanfaatkan sama sekali.

Padahal potensinya mencapai 60 GW. Kementerian ESDM juga akan terus mendorong penerapan teknologi, termasuk B30, co-fi ring batu bara, dan konservsi energi primer fosil.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini