MATA INDONESIA, JAKARTA – Kabar duka datang dari industri keuangan tanah air. Johannes Baptista Sumarlin atau JB Sumarlin, Menteri Keuangan era Soeharto meninggal dunia karena glaucoma. Sumarlin berpulang di usia 87 Tahun.
Pria asli Blitar ini meninggal di RS Carolus pada Kamis, 6 Februari 2020, pukul 14.15 WIB. Rencananya jenazah ekonom andalan Soeharto ini akan disemayamkan di rumah duka MRCC Siloam Semanggi, lantai 36 pada pukul 18.00 WIB. Lalu akan dimakamkan di San Diego Hills pada Senin, 10 Februari 2020.
Sumarlin melakonkan peran dan pengabdian yang cukup vital di era Orde Baru (Orba), khususnya di bidang perekonomian. Sejak 1970 hingga 1998, dia berperan dalam pusat kebijakan ekonomi dan keuangan.
Dia dianggap sebagai salah satu arsitek ekonomi Indonesia yang ‘dibesarkan’ Widjojo dan ‘diandalkan’ Pak Harto. Bahkan dianggap sebagai salah satu bagian dari ‘mafia Berkeley’ yang masyur di era orba.
Kecil-kecil Cabe Rawit
Fisik dan perawakannya yang kecil ternyata memberi keuntungan tersendiri bagi Sumarlin. Ia malah mudah diingat orang. Salah satu momen yang membuat Sumarlin terkenang adalah pertemuannya dengan Soeharto di tahun 1971. Dua tahun sebelum ditarik masuk ke kabinet kerja jilid II Orba.
“Saya cukup terkejut ketika pertama kali bersalaman dengan Pak Harto,” katanya.
Sumarlin pun tak menyangka bahwa tokoh yang namanya sudah banyak didengarnya sejak masih menjadi anggota tentara pelajar (TP) di tahun 1948 itu berkomentar, “Oh, ini si Cabe Rawit.”
Rupanya diam-diam Soeharto telah memperhatikan, bahkan telah memiliki julukan tersendiri baginya. Bahkan Soeharto juga menyematkan julukan lain bagi Sumarlin, ‘Si Kancil’.
“Saya baru tahu dua puluh tahun kemudian, ketika menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Suweden, pengawal Pak Harto, yang memberitahu saya,” ujar Sumarlin.
Di awal 1969, Sumarlin selaku Deputi Bidang Fiskal dan Moneter Bappenas diminta mendampingi Ketua Bappenas Widjojo Nitisastro menghadiri Sidang Kabinet Terbatas Bidang Ekonomi, di Istana Negara.
Sudharmono saat itu masih sebagai Sekretaris Presidium Kabinet, tugasnya membantu Jenderal Soeharto selaku Ketua Presidium Kabinet Ampera. Sudharmono (Pak Dhar), dengan gaya yang serius dan lugas, malah terkesan ‘arogan dan seram’, sambil jarinya menunjuk ke arah Sumarlin, bertanya kepada Widjojo saat sidang kabinet, “Siapa anak kecil yang duduk di belakang kursi Pak Widjojo itu?”
Sumarlin lalu langsung diperkenalkan Widjojo ke Pak Dhar. “Oh, ini tenaga yang pernah Pak Widjojo sebutkan tempo hari, yang akan ditarik ke Bappenas,” ujar Pak Dhar dengan nada sekenanya menimpali perkenalan Sumarlin oleh Widjojo.
Memperoleh perlakuan demikian, Sumarlin sempat kaget dan merasa bersalah karena telah lancang ikut duduk di belakang Widjojo menghadiri sidang kabinet yang begitu penting bagi negara. Sebab yang boleh hadir dalam sidang seperti itu sangat selektif, terutama menteri. Bila ada pendamping menteri harus terlebih dahulu diberitahukan kepada Sekretaris Presidium Kabinet.
Sumarlinpun minta kepada Widjojo agar pada sidang kabinet selanjutnya diizinkan untuk tidak ikut mendampingi. Namun Widjojo membesarkan hatinya untuk tetap saja seperti itu ikut hadir dalam sidang-sidang kabinet selanjutnya.
Ajakan Widjojo benar. Sumarlin bahkan menjadi salah seorang menteri ekonomi paling dipercaya Pak Harto di kemudian hari.
Tak Menyangka Masuk Kabinet Soeharto
Sebelum diplot masuk dalam kabinet Soeharto, Sumarlin sudah menjabat sebagai Sekretaris Dewan Moneter, setelah sebelumnya mengabdi sebagai Deputi Bidang Fiskal dan Moneter Bappenas. Di samping itu, ia juga menjadi salah satu pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI).
Merangkak ke tahun 1973, secara mengejutkan Sumarlin ditunjuk masuk kabinet oleh Soeharto. Ia mengaku tidak punya firasat apa-apa dengan panggilan Sudharmono pada 25 Maret 1973. Setibanya di Istana Negara, dia mendapati banyak orang menerima undangan serupa.
Soeharto kemudian menatap semua mata hadirin untuk meminta kesediaan mereka duduk sebagai menteri dalam Kabinet Pembangunan II. Sumarlin mengaku terkejut dengan permintaan itu.
“Doktor Johannes Baptista Sumarlin, saya minta Anda membantu saya di bidang penertiban administrasi pemerintahan dalam jabatan sebagai Men-PAN. Di samping itu, saya juga meminta agar Saudara menjabat sebagai Wakil Ketua Bappenas,” kata Soeharto menukil buku J.B. Sumarlin: Cabe Rawit yang Lahir di Sawah (2012).
Pipinya segera dibasahi air mata. Sumarlin menangis penuh haru. “Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, Bapak Presiden. Dan saya akan melaksanakan tugas ini dengan sebaik-baiknya,” ujar pria kelahiran 7 Desember 1932 ini kepada Soeharto.
Jabatan Men-PAN diembannya selama dua periode atau dari 1973 hingga 1983. Pun kebersamaan Sumarlin dengan Soeharto berlanjut hingga 20 tahun. Pada 1983-1988, dia menjabat sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas dilanjutkan dengan posisi sebagai Menteri Keuangan pada 1988-1993.
Diklaim Bagian dari Mafia Barkeley
Sepak terjang Sumarlin dalam perekonomian Indonesia di zaman orba tak bisa dipandang sebelah mata. Tergabung dalam dedengkot ekonomi lainnya, seperti Widjojo Nitisastro, Emil Salim dan Ali Wardhana. Mereka dijuluki sebagai “mafia Barkeley”.
Julukan yang muncul karena para penentu dan pengambil keputusan di bidang ekonomi rezim Soeharto itu adalah doktor ekonomi lulusan berbagai universitas dari lingkungan Barkeley, Amerika Serikat. Sumarlin memang lulusan master bergelar MA (Master of Arts) dari Universitas California, AS tahun 1960.
Entah benar atau tidak soal “mafia Barkeley” itu, tapi yang pasti peran Sumarlinpada sektor Ekonomi di era Soeharto cukup besar. Ia tercatat pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Bappenas (1973-1982). Lalu menjadi Menteri Aparatur Negara (1973-1983). Lalu ditunjuk menjadi Ketua Bappenas (1983-1988) dan Menteri Keuangan (1988-1993).