Mendukung Implementasi Hukum Positif Demi Kemajuan Papua

Baca Juga

Setiap negara di dunia memiliki sistem hukum untuk mengatur warga negaranya. Tata hukum setiap negara mempunyai perbedaannya masing-masing. Hukum negara yang diterapkan tersebut dapat disebut sebagai hukum nasional bangsa. Hukum nasional terbentuk berdasarkan ciri khas kebudayaan bangsanya masing-masing karena hukum nasional sejatinya merupakan hasil dari nilai-nilai yang tumbuh sebagai cerminan budaya bangsa.

Di Indonesia, hukum adat merupakan hukum yang mencerminkan budaya bangsa karena tumbuh dari kebiasaan masyarakat dari waktu ke waktu. Meskipun seluruhnya berada dalam kesatuan Republik Indonesia, namun terdapat perbedaan adat yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Keseluruhan adat tersebut dapat bersatu dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yakni berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Sehubungan dengan hal tersebut, hukum adat sebagai living law di Indonesia sejalan dengan aliran yang dipopulerkan oleh Eugen Ehrlich. Pendapatnya tersebut dipopulerkan sebagai istilah aliran Sociological Jurisprudence. Aliran ini menitikberatkan kepada living law yang merupakan hukum yang berkembang dan hidup di masyarakat. Menurutnya, hukum positif dapat berjalan secara baik dan efektif apabila pembentukannya berdasarkan living law yang ada pada masyarakat tersebut.

Berbicara hukum adat, Papua menjadi salah satu wilayah yang sangat kental dalam implementasi hukum adat di wilayahnya. Pemerintah pun memberi pengakuan dan penguatan masyarakat hukum adat Papua dalam kerangka otonomi khusus. Perlu diketahui bahwa masyarakat hukum adat Papua adalah salah satu dari 19 lingkungan hukum adat yang ada di Indonesia.

Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) Papua berupaya mengakui, mengakomodasi, dan menghargai eksistensi masyarakat hukum adat di Papua. Seperti dijelaskan dalam Pasal 1 UU Otsus yang berisi berbagai definisi terkait adat, seperti masyarakat adat, hukum adat, masyarakat hukum adat, hak ulayat, dan orang asli Papua.

Pengakuan terhadap masyarakat adat dalam UU Otsus diwujudkan melalui beberapa cara. Pertama, pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai representasi kultural orang asli Papua. Kedua, adanya anggota DPRD dari jalur pengangkatan yang dipilih berdasarkan wilayah adat. Ketiga, pemanfaatan sumber daya alam yang menghormati hak-hak masyarakat adat. Keempat, pembangunan yang memberikan kesempatan luas kepada masyarakat adat. Kelima, pengakuan terhadap hak ulayat dan hak perorangan warga masyarakat adat, serta pengakuan terhadap peradilan adat dalam masyarakat hukum adat tertentu.

Namun demikian, ada kalanya hukum adat Papua sulit menyelesaikan sejumlah konflik. Sehingga hukum positif yang berlaku secara nasional harus tetap hadir dalam mengatur kehidupan masyarakat Papua, khususnya kehidupan sosial. Bahkan, sejumlah tokoh Papua meminta agar hukum positif dinormalisasikan di wilayah Papua dalam rangka menyelesaikan konflik agar tidak berlarut dan berulang. Seperti halnya konflik antar warga yang pernah terjadi di Timika, Dewan Adat Papua mendesak agar diselesaikan melalui hukum positif, bukan hukum adat.

Anggota Dewan Adat Papua, George Weyasu menegaskan bahwa penyelesaian secara adat tidak efektif menghentikan masalah karena konflik terus berulang selama empat tahun terakhir. George menyebutkan bahwa jumlah korban sangat banyak dan hampir terjadi setiap tahun, sehingga diharapkan konflik tidak lagi terjadi dan hukum positif harus ditegakkan. Selain itu, pentingnya penindakan hukum untuk menciptakan efek jera dan mencegah kerusuhan di masa depan.

Sebelumnya, aparat gabungan TNI/Polri menerjunkan sekitar 800 personel untuk menangkap tersangka konflik Timika. Aparat gabungan mencari Waimum atau panglima perang dalam bahasa setempat, pelaku perang, dan pelaku tindak pidana. Penyisiran dilakukan selama 7 hari ke depan di empat titik dan operasi akan diperpanjang jika kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan. Dewan Adat Papua berharap pendekatan hukum positif dapat memberikan solusi jangka panjang yang efektif dan adil bagi semua pihak yang terlibat dalam konflik di Timika.

Beberapa tahun silam, Klemen Tinal yang pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur Provinsi Papua, 3 tahun sebelum meninggal juga menegaskan bahwa hukum positif wajib ditegakkan di Bumi Cendrawasih demi menciptakan kondisi yang aman, tenteram, dan bebas dari berbagai gangguan keamanan. Hal ini disampaikannya sebagai respons terhadap aksi penembakan puluhan pekerja proyek infrastruktur di Kabupaten Nduga, Papua, pada 2018 oleh OPM.

Sebagai pemerintah provinsi yang mewakili pemerintah pusat, Klemen Tinal menyatakan bahwa insiden tersebut merupakan tragedi kemanusiaan yang tidak diinginkan oleh siapa pun. Klemen meminta aparat keamanan dari kepolisian dan TNI segera menindak tegas, sehingga pihak-pihak yang diduga terlibat dapat diproses sesuai aturan hukum yang berlaku. Maka dari itu hukum positif harus ditegakkan di Papua, karena Indonesia adalah negara hukum.

Hukum positif adalah fondasi yang menjaga ketertiban dan keadilan dalam masyarakat. Melalui berbagai aturan yang ditetapkan oleh otoritas resmi, hukum positif memberikan kerangka yang jelas bagi perilaku warga negara, melindungi hak-hak individu, dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan. Oleh karena itu, pemahaman dan penghormatan terhadap hukum positif adalah hal yang penting bagi setiap warga negara untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan berkeadilan. Namun, penting untuk diingat bahwa hukum positif harus sejalan dengan nilai-nilai adat yang hidup di masyarakat agar dapat diterima dan efektif. Keseimbangan antara hukum positif dan hukum adat adalah kunci untuk mencapai keadilan yang sejati dan berkelanjutan dalam masyarakat yang plural dan dinamis seperti Papua.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Waspada Hoaks OPM, TNI : Rumah Bupati Puncak yang Dibakar Bukan PosMiliter

Oleh: Loa Murib Kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menunjukkan pola lama merekadalam menutupi aksi brutal yang dilakukan terhadap masyarakat sipil. Dalam upayamembenarkan tindak kekerasan, OPM menyebarkan disinformasi bahwa rumah milik BupatiPuncak dan kantor Distrik Omukia yang mereka bakar di Papua Tengah merupakan pos militeryang digunakan oleh TNI. Tuduhan tersebut segera dibantah secara resmi oleh pihak militer danterbukti tidak memiliki dasar fakta. TNI melalui Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, Kolonel Infanteri CandraKurniawan, memberikan klarifikasi bahwa bangunan yang dibakar oleh OPM tidak difungsikansebagai markas militer. Tindakan pembakaran itu murni merupakan aksi kriminal yang disengajauntuk menciptakan ketakutan, mengganggu ketertiban umum, dan mencoreng wibawa negara di mata masyarakat Papua. Bantahan ini menjadi penegasan bahwa OPM kembali menggunakanstrategi disinformasi untuk mengaburkan realitas dan membangun opini publik yang menyesatkan. Disinformasi semacam ini memperjelas bahwa OPM tidak hanya mengandalkan kekerasanbersenjata, tetapi juga propaganda informasi sebagai instrumen perlawanan mereka. Merekamenciptakan narasi seolah-olah aparat keamanan adalah pihak yang menyebabkan keresahan, padahal masyarakat sipil justru menjadi korban utama dari aksi teror yang dilakukan olehkelompok tersebut. Manipulasi informasi yang dilakukan OPM jelas bertujuan untuk merusakkepercayaan publik terhadap negara dan aparat keamanan. Kejadian yang menimpa Kabupaten Yahukimo menjadi contoh konkret betapa kejamnya aksiOPM. Dalam serangan yang dilakukan belum lama ini, seorang pegawai honorer PemerintahKabupaten Yahukimo tewas akibat kekerasan yang mereka lakukan. Insiden ini menunjukkanbahwa OPM telah melampaui batas kemanusiaan dan menjadikan nyawa warga sipil sebagai alattawar dalam narasi perjuangan mereka yang keliru. Merespons insiden tersebut, aparat gabungan dari Satgas Operasi Damai Cartenz bergerak cepatbegitu mendapat laporan dari jajaran Polres Yahukimo. Tim langsung turun ke lokasi kejadian, melakukan evakuasi korban ke RSUD Dekai, mengamankan tempat kejadian perkara, sertamengumpulkan bukti-bukti untuk mengungkap pelaku. Kecepatan ini menunjukkan bahwanegara tidak tinggal diam dalam menjamin perlindungan bagi rakyat, dan siap menghadapisegala bentuk teror yang mengancam stabilitas wilayah. Kepala Operasi Satgas Damai Cartenz, Brigjen Pol Faizal Ramadhani, menegaskan bahwaseluruh aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok separatis akan ditindak secara tegas sesuaihukum. Penegakan hukum ini bukan hanya penting untuk memberikan keadilan bagi para korban, tetapi juga menjadi pernyataan tegas bahwa kekuatan bersenjata tidak akan dibiarkanmerusak keutuhan dan kedamaian di Papua. Kekejaman OPM, yang ditunjukkan melalui aksi pembakaran, pembunuhan, serta provokasiberulang, memperlihatkan bahwa kelompok ini bukanlah representasi perjuangan rakyat Papua. Sebaliknya, mereka adalah ancaman nyata yang menghalangi pembangunan dan menimbulkanketakutan di tengah masyarakat. Klaim mereka sebagai pembebas Papua tidak sejalan dengankenyataan bahwa mereka justru memperparah penderitaan rakyat melalui aksi-aksi brutal yang dilakukan. Kasatgas Humas Damai Cartenz, Kombes Pol Yusuf Sutejo, mengimbau masyarakat untuk tidakterprovokasi oleh informasi yang belum terverifikasi. Ia menegaskan bahwa perlindunganterhadap masyarakat sipil menjadi prioritas utama. Dalam situasi seperti ini, partisipasi aktif dariwarga untuk melaporkan aktivitas mencurigakan di lingkungannya menjadi elemen pentingdalam menjaga keamanan. Negara juga terus menunjukkan komitmennya untuk hadir tidak hanya melalui pendekatankeamanan, tetapi juga melalui pembangunan yang merata dan berkelanjutan. Berbagai program pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, serta pemberdayaan ekonomi telahdigulirkan sebagai bentuk nyata perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan rakyat Papua. Kehadiran negara di Papua bukanlah dalam bentuk represi, tetapi dalam wujud pelayanan danpemberdayaan. Narasi OPM yang menyebut Papua berada dalam penjajahan adalah bentuk manipulasi sejarah. Papua merupakan bagian sah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan hal itu telahditegaskan melalui proses hukum dan politik yang diakui secara nasional maupun internasional. Setiap upaya untuk memisahkan diri dari Indonesia, apalagi melalui kekerasan bersenjata danpropaganda menyesatkan, merupakan pelanggaran terhadap konstitusi yang harus ditindak tegas. Kesadaran masyarakat Papua akan pentingnya perdamaian kini semakin menguat. Kolaborasiantara tokoh adat, tokoh agama, dan masyarakat sipil dalam menjaga ketertiban dan menolakaksi kekerasan menjadi sinyal kuat bahwa Papua ingin maju bersama dalam bingkai NKRI. Kekuatan kolektif masyarakat ini menjadi benteng terdepan dalam menangkal pengaruh burukdari kelompok separatis. Mengecam tindakan keji OPM dan membongkar propaganda mereka bukan semata-matatanggung jawab aparat keamanan. Ini adalah kewajiban moral seluruh rakyat Indonesia dalammenjaga keutuhan bangsa dan memperjuangkan masa depan Papua yang aman dan sejahtera. Sudah terlalu banyak korban yang jatuh akibat disinformasi dan kekerasan yang dibungkusdengan dalih perjuangan. Penegakan hukum, pendekatan informasi yang jernih, serta pembangunan yang inklusif harusterus diperkuat untuk mengikis pengaruh kelompok separatis. Dengan semangat kebersamaandan kehadiran negara yang nyata,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini