MATA INDONESIA, JAKARTA – Peran dan tanggung jawab para Juru Bicara (Jubir) Presiden Jokowi seakan tenggelam di tengah wabah corona. Sosok Fadjroel Rachman yang semula diplot sebagai jubir untuk bidang politik pemerintahan jarang terlihat.
Sama seperti Arif Budimanta (jubir untuk bidang ekonomi), Angkie Yudistia (jubir bidang sosial) dan Dini Shanti Purwono untuk bidang hukum. Kemana mereka pergi dan mengapa diam seribu bahasa?
Pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing mengatakan bahwa seharusnya sejak awal penunjukkan sebagai jubir, Fadjroel Rachman dan kawan-kawannya harus berani menolak, kalau tak mampu menjalankan tugasnya dengan baik.
“Daripada diterima jabatan itu, tapi malah tidak produktif,” ujarnya kepada Mata Indonesia, Senin 11 Mei 2020.
Emrus juga mengatakan, sosok Fadjroel sebenarnya bukanlah sosok yang tepat untuk menjadi jubir karena tidak paham soal komunikasi.
“Fadjroel itu sebenarnya tidak punya kompetensi dan latar belakang komunikasi. Makanya dia harus segera diganti karena dia gak menguasai bidangnya,” katanya.
Sementara soal narasi besar cukup disampaikan oleh Presiden atau Wakil Presiden atau Menteri Koordinator (Menko).
“Misalnya Perppu, kebijakan, program pemerintah,” ujarnya.
Selanjutnya soal narasi integratif yang antar kementerian itu disampaikan oleh jubir presiden. Lalu untuk narasi yang sifatnya spesifik dari tiap-tiap kementerian cukup disampaikan oleh Kepala Biro (Kabiro) Humas (Hubungan masyarakat) Kementerian terkait.
“Misalnya soal mudik itu disampaikan oleh Kabiro Humas Kemenhub atau misalnya yang berkaitan dengan komunikasi menjadi tugas Kabiro Humas Kominfo,” katanya.
Emrus pun menganjurkan agar pemerintah perlu melalukan revolusi besar-besaran bagi kompetensi komunikasi baik untuk jubir maupun Menkominfo dan Kabiro Humas di tiap instansi pemerintahan.
“Jadi harus orang yang berlatarbelakang dan paham komunikasi,” ujarnya.