MATA INDONESIA, DAMASKUS – Presiden Suriah, Bashar al-Assad kembali memenangkan pemilihan umum untuk yang keempat kalinya. Sang petahana menang telak dengan mengumpulkan 95,1 persen suara.
Raihan ini akan memperpanjang kekuasaannya atas Suriah –negara yang hancur lebur akibat peperangan panjang. Namun, beberapa pihak –yakni Barat dan lawan, meyakini bahwa pemilihan umum tersebut diwarnai dengan kecurangan.
Pemerintah Assad mengatakan, pemilihan yang dilangsungkan pada Rabu (26/5) menunjukkan Suriah berfungsi normal meskipun ada konflik yang telah berlangsung selama satu dekade –yang telah menewaskan ratusan ribu orang dan mengusir 11 juta orang, sekitar setengah populasi dari rumah mereka.
Ketua parlemen Hammouda Sabbagh mengumumkan hasil pada konferensi pers pada Kamis (27/5), mengatakan bahwa jumlah pemilih sekitar 78 persen, dengan lebih dari 14 juta warga Suriah mengambil bagian.
Pemilu tetap berjalan meskipun ada proses perdamaian yang dipimpin oleh PBB yang menyerukan agar pemungutan suara di bawah pengawasan internasional, sehingga akan membantu membuka jalan bagi konstitusi baru dan penyelesaian kisruh politik.
Para menteri luar negeri Prancis, Jerman, Italia, Inggris dan Amerika Serikat (AS) mengatakan dalam sebuah pernyataan yang mengkritik Assad menjelang pemilihan bahwa pemungutan suara tidak akan bebas atau adil. Sementara Turki, musuh Assad, juga mengatakan pemilihan itu tidak sah.
Kemenangan tersebut mengantarkan Assad, pria berusia 55 tahun itu berkuasa hingga tujuh tahun ke depan dan memperpanjang pemerintahan keluarganya hingga hampir enam dekade! Ayahnya, Hafez al-Assad, memimpin Suriah selama 30 tahun hingga kematiannya tahun 2000.
“Terima kasih kepada semua warga Suriah atas rasa nasionalisme mereka yang tinggi dan partisipasi mereka yang penting. … Untuk masa depan anak-anak Suriah dan kaum mudanya, mari kita mulai besok kampanye kerja kita untuk membangun harapan dan membangun Suriah,” tulis Assad di halaman Facebook-nya, melansir Reuters, Jumat, 28 Mei 2021.
Assad mencalonkan diri melawan dua kandidat yang tidak jelas, yakni mantan wakil menteri kabinet, Abdallah Saloum Abdallah dan Mahmoud Ahmed Marei yang merupakan kepala partai oposisi kecil. Marei mendapat 3,3 persen suara, sementara Saloum hanya menerima 1,5 persen suara.