MATA INDONESIA, JAKARTA – Membuka ruang dialog untuk menyelesaikan permasalahan di Papua bukanlah hal yang mustahil. Hal ini dikemukakan oleh dosen Ketahanan Nasional Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, Dr Margaretha Hanita. Ia menegaskan bahwa hal tersebut bisa terlaksana dengan mengakomodasi semua pihak.
“Ada syarat dialog ya kalau kita ingin mendukung dialog Papua yaitu pihak yang berdialog memiliki legitimasi dan mewakili kepentingan beberapa pihak, semuanya harus dilibatkan baik di dalam maupun luar negeri,” kata Margaretha Hanita dalam Simposium Nasional bertajuk ‘Dialog Papua: Refleksi, Visi dan Aksi’ di Kanal Youtube HUMAS SIL dan SKSG UI, Kamis 20 Mei 2021.
Namun, untuk merealisasikan ruang dialog yang efektif dan adil diperlukan suatu upaya untuk menumbuhkan rasa kepercayaan bagi semua pihak terutama masyarakat asli Papua.
“Kemudian perlindungan hukum pada peserta dialog, yaitu building trust, bagaimana semua stop kekerasan dan tidak ada intimidasi, harus percaya smeua punya itikad baik,” kata Margaretha Hanita.
Sementara itu, pemerintah masih menitikberatkan pendekatan kesejahteraan terutama untuk percepatan pembangunan di Papua dan Papua Barat. Hal ini dikemukakan oleh Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin.
Ia menegaskan supaya masyarakat tidak salah persepsi dan menganggap bahwa pembangunan di kedua provinsi tersebut cenderung menggunakan pendekatan keamanan.
“Supaya tidak ada salah persepsi bahwa seakan-akan penanganan Papua itu lebih pendekatan keamanan, padahal justru kita ingin pendekatannya adalah pendekatan kesejahteraan,” kata Ma’ruf.