Membaca peluang Thorium dan Nuklir Sebagai Pembangkit Listrik Nasional

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Muncul gagasan untuk menggunakan sumber pembangkit listrik dari nuklir dan thorium. Hal ini terdorong dari potensi kandungan thorium di Indonesia diperkirakan mencapai 210.000 – 270.000 ton, yang tersimpan di Bangka, Kalimantan Barat dan Sulawesi Barat.

Mantan Direktur Perencanaan dan Teknologi PT PLN Bambang Praptono mengatakan bahwa wacana ini tetap harus mejadi keputusan dari pemerintah.

Selain itu, hingga saat ini, belum satupun negara yang memanfaatkan bahan bakar thorium sebagai pembangkit listrik secara komersial. Menurutnya, pemanfaatan thorium sebagai bahan bakar pembangkit listrik membutuhkan waktu yang lama. Hanya beberapa negara seperti Cina dan India yang memanfaatkan thorium namun masih skala penelitian.

“Yang pasti nuklir adalah opsi terakhir karena cukup mahal,” ujarnya saat berkunjung ke kantor Mata Indonesia, Kamis, 18 Juni 2020.

Bambang mengatakan saat ini yang paling tepat adalah memakai batubara sebagai sumber energi pembangkit listrik. Meski demikian, penggunaan batubara sebagai pembangkit listrik pun sebenarnya tak lepas dari masalah karena dari negara-negara pendonor seperti Jepang sudah membatasi penggunaan batubara.

Maka untuk menghemat pengeluaran, Indonesia dianjurkan untuk tidak fokus di Jawa saja, tapi perlu membuat pembangkit listrik di mulut tambang yang ada di Kalimantan dan Sumatera.

“Ini adalah satu upaya untuk membangun super great nusantara. Dari Kalimantan ke Jawa dari Jawa ke Sumatera. Ini yang bisa membuat tarif listrik lebih hemat karena menggunakan batubara berkalori rendah,” katanya.

Sedangkan mengenai potensi sumber daya listrik lainnya perlu dikalkulasikan seberapa besar databasenya karena ada kaitannya dengan jangka panjang.

“Misalnya batubara, yang belum digalikan kan tidak diketahui seberapa besar potensinya? Kita bicara biomass, kita tau kapasitasnya seberapa besar. Kita bicara soal angin, itu lebih cocok dinegara sub tropis, sementara kita beriklim tropis,” ujarnya.

Sementara Board of Advisor Aneka Tambang Hanifa Sutrisna mengatakan bahwa meski Indonesia juga menyimpan potensi sumber daya pembangkit listrik lainnya seperti angin, namun untuk mengembangkannya butuh dana yang tidak sedikit.

“Masih sangat costly,” ujarnya.

Meski demikian, ia cukup mengapresiasi prospek dan terobosan pembangkit listrik di era Jokowi.Tapi Hanifah mengingatkan agar jangan sampai ketahanan energi Indonesia terhadap potensi pembangkit listrik ini terlalu dieksplorasi.

“Karena dari sisi bisnis, bisnis pertambangan (batubara) masih seperti gula bagi investor. Misalnya di masa pandemic ini, transaksi batubara masih terus berlanjut,” katanya.

Maka ia pun menilai bukanlah langkah mudah untuk mengalihkan prospek pembangkit listrik dari batubara ke angin, nuklir maupun thorium karena akan mengganggu rantai bisnis yang sudah terjalin saat ini.

“Karena banyak pengusaha dari luar datang ke Indonesia untuk berbisnis. Tapi jangan kita hanya menjual batubara di tanah air kita dan hanya dinikmati oleh segelintir konglomerat lokal maupun asing. Yang harus kita pahami adalah ini energi yang harus bermanfaat bagi masyarakat sesuai pasal 33 UUD 1945,” ujarnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Di Era Pemerintahan Presiden Prabowo, Korban Judol Diberikan Perawatan Intensif di RSCM

Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat mengumumankan adanya inisiatif baru dalam upaya menangani dampak sosial dan psikologis...
- Advertisement -

Baca berita yang ini