MATA INDONESIA, KABUL – Pemberontak Taliban akhirnya menduduki istana Kepresidenan Afghanistan setelah Presiden Ashraf Ghani melarikan diri. Sang presiden mengatakan bahwa keputusannya melarikan diri tak lain karena ia ingin menghindari pertumpahan darah.
Seorang pejabat senior Kementerian Dalam Negeri mengatakan Ghani pergi ke negara, tetangga Tajikistan. Beberapa pengguna media sosial lokal mencap Ghani sebagai pengecut karena meninggalkan negara dalam kekacauan.
Pergerakan Taliban kian leluasa, lantaran Amerika Serikat (AS) dan pasukan asing lainnya mundur sejalan dengan keinginan Presiden Joe Biden untuk mengakhiri perang terpanjang, yakni pasca serangan 11 September 2001.
Televisi lokal 1TV melaporkan bahwa beberapa ledakan terdengar di kota. Dikatakan pula tembakan terdengar di dekat bandara, di mana diplomat asing, pejabat, dan warga Afghanistan lainnya melarikan diri berusaha meninggalkan negara itu.
Pemberontak Taliban memasuki istana presiden dan menguasainya, kata dua komandan senior Taliban di Kabul. Televisi Al Jazeera kemudian menunjukkan cuplikan dari apa yang dikatakan komandan Taliban di istana dengan puluhan pejuang bersenjata. Taliban juga mengatakan mereka telah menguasai sebagian besar distrik di sekitar pinggiran ibu kota.
Ratusan warga Afghanistan, termasuk menteri dan pegawai pemerintah, serta warga sipil lainnya termasuk banyak perempuan dan anak-anak, berkerumun di terminal di bandara Kabul dengan putus asa menunggu penerbangan keluar.
“Kelompok Taliban mencapai Kabul dari semua sisi,” kata pejabat senior Kementerian Dalam Negeri kepada Reuters, Senin, 16 Agustus 2021.
Pejabat menteri dalam negeri pemerintah, Abdul Sattar Mirzakawal, mengatakan kekuasaan akan diserahkan kepada pemerintahan transisi. “Tidak akan ada serangan di kota, disepakati bahwa akan ada penyerahan damai,” tulisnya dalam akun Twitter.
Namun, dua pejabat Taliban menegaskan bahwa tidak akan ada pemerintahan transisi. Taliban mengatakan sebelumnya bahwa mereka sedang menunggu pemerintah untuk menyerah secara damai.
Banyak orang Afghanistan khawatir Taliban akan kembali ke praktik keras di masa lalu dalam penerapan syariah atau hukum agama Islam. Selama periode 1996-2001, kaum perempuan tidak bisa bekerja. Mereka juga menerapkan hukuman seperti rajam, cambuk, dan gantung.
Para militan berusaha untuk menampilkan wajah yang lebih moderat, berjanji untuk menghormati hak-hak perempuan dan melindungi baik orang asing maupun warga Afghanistan.
“Kami meyakinkan orang-orang, khususnya di kota Kabul, bahwa harta benda mereka, kehidupan mereka aman,” kata juru bicara Taliban Suhail Shaheen, sambil menambahkan bahwa transfer kekuasaan diperkirakan akan terjadi dalam beberapa hari.
Banyak jalan di Kabul tersendat oleh mobil dan orang-orang berusaha untuk bergegas pulang atau mencapai bandara, kata penduduk.
“Beberapa orang meninggalkan kunci mereka di dalam mobil dan mulai berjalan ke bandara. Orang-orang semua pulang karena takut berkelahi,” kata seorang warga.