MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Presiden Meksiko, Andres Manuel Lopez Obrador menawarkan suaka politik kepada pendiri WikiLeaks, Julian Assange. Langkah ini jelas akan membuat Amerika Serikat –yang mengupayakan ekstradisinya, murka.
Hakim di Inggris akhirnya menolak permohonan untuk mengekstradisi Assange ke AS, dengan alasan masalah kesehatan mental Assange membuatnya berisiko bunuh diri. Sementara Jaksa AS akan mengajukan banding atas keputusan tersebut.
“Assange adalah seorang jurnalis dan pantas mendapat kesempatan. Kami akan memberinya perlindungan,” kata Presiden Lopez Obrador, melansir Reuters.
Pihak berwenang AS menuduh Assange melakukan pelanggaran selama pemerintahan mantan Presiden Barack Obama terkait dengan dokumen yang dipublikasi oleh WikiLeaks atas catatan rahasia militer AS dan kabel diplomatik yang menurut mereka membahayakan nyawa.
Meskipun pemerintahan Obama memilih untuk tidak menuntut Assange, tawaran Lopez Obrador menuai kritik sebagai isyarat yang tidak diplomatis mengingat mantan wakil presiden Obama, Joe Biden akan mengambil alih kursi kepresidenan AS.
Tawaran suaka ini sekaligus mengirimkan pesan bahwa Meksiko akan mengejar kebijakan luar negeri yang independen di bawah pemerintah AS berikutnya, kata seorang pejabat Meksiko, yang berbicara tanpa menyebut nama.
Itu juga bisa mendorong Lopez Obrador untuk memposisikan dirinya sebagai juara kebebasan berbicara, menepis kritik bahwa dia menggunakan konferensi pagi untuk musuh yang merendahkannya.
Mantan pejabat era pemerintahan Presiden Obama, Mark Fierstein mengatakan, Lopez Obrador tengah berusaha untuk merusak hubungan bilateral Washington dan Meksiko. Selain itu menurutnya, sangat ironis bahwa Lopez Obrador kerap menyerang jurnalis Meksiko karena mencoba meminta pertanggungjawaban pemerintahnya, dan kini justru mendukung orang yang telah bekerja dengan peretas untuk mempermalukan AS.
Pada November, seorang pejabat senior Meksiko mengatakan 2020 merupakan tahun paling kejam bagi jurnalis di Meksiko setidaknya dalam satu dekade terakhir, di mana terdapat 19 jurnalis terbunuh.