MATA INDONESIA, JAKARTA – Selama ini Megawati Soekarnoputri “diframing” memiliki peninggalan yang merugikan negara karena terlalu banyak melakukan privatisasi perusahaan-perusahaan BUMN besar seperti Indosat. Padahal ada satu kebijakan yang menunjukkan kedaulatan ekonomi Indonesia setelah Megawati dilantik 23 Juli 2001.
Kebijakan itu adalah mengakhiri kerjasama dengan International Monetary Fund (IMF) pada Desember 2003.
Saat itu, Kwik Kian Gie yang menjabat Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas menegaskan IMF telah menciptakan skema yang membuat negara anggotanya terus bergantung.
“Semua opsi yang ditawarkan IMF sifatnya ‘mencekik leher’ bagi Indonesia. Sifatnya menggantung Indonesia supaya terus bergantung pada IMF,” ujar Kwik Kian Gie ketika itu.
Berakhirnya kerja sama dengan IMF itu diikuti dengan membuat kebijakan ekonomi baru yaitu Megawati menerbitkan Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2003 tentang Paket Kebijakan Ekonomi Sesudah Berakhirnya Program IMF untuk menjaga stabilitas ekonomi makro.
Ada beberapa poin penting dalam kebijakan tersebut yaitu;
Sektor fiskal ditandai dengan reformasi kebijakan perpajakan, efisiensi belanja negara dan privatisasi BUMN.
Sedangkan sektor keuangan, dilakukan perancangan Jaring Pengaman Sektor Keuangan, divestasi bank-bank di BPPN, memperkuat struktur governance bank negara, dan restrukturisasi sektor pasar modal, asuransi dan dana pensiun.
Terakhir di sektor investasi, Pemerintahan Megawati melakukan peninjauan Daftar Negatif Investasi, menyederhanakan perizinan, restrukturisasi sektor telekomunikasi dan energi serta pemberantasan korupsi.
Dampak dari kebijakan tersebut, membuat perubahan baik di indikator ekonomi Indonesia. Misalnya, kurs rupiah yang semula Rp 9.800 per 1 dolar AS pada 2001 menjadi Rp 9.100 pada 2004.
Begitu juga dengan tingkat inflasi yang turun dari 13,1 persen menjadi 6,5 persen dan
Dampaknya dinilai cukup baik. Kurs Rupiah yang semula Rp. 9.800 (2001) menjadi Rp. 9.100 (2004), tingkat inflasi turun dari 13,1% menjadi 6,5% sedangkan pertumbuhan ekonomi naik 2 persen menjadi 5 persen, begitu pun IHSG dari 459 (2001) menjadi 852 (2004).