MATA INDONESIA, JAKARTA – Tren hijrah di kalangan anak muda harus disikapi positif. Namun, hati-hati saat memilih guru agama.
Hal ini diungkapkan mantan teroris, Sofyan Tsauri dalam ceramahnya di kegiatan silaturahmi yang digelar Baintelkam Polri, Masjid Jamie Al-Husna, Kampung Kelapa Dua, Kelurahan Padurenan, Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi, Rabu 10 Maret malam.
Menurut Sofyan, anak muda harus waspada terhadap seseorang yang memiliki sikap intoleran akan perbedaan dan radikal. Sebab kedua sikap dan pemikiran tersebut merupakan bibit terorisme.
”Kenapa kita perlu pahami itu intoleransi dan radikalisme? Kedua hal itu adalah tanda-tanda menuju terorisme. Seorang teroris sudah pasti intoleran dan radikal. Kalau orang-orang sudah punya sikap intoleran dan radikal harus lampu kuning kita waspadai,” ujarnya.
Selain itu, masyarakat juga diimbau tak mudah percaya dengan seseorang yang seakan mengajak kita untuk kembali kepada kitab suci dan hadis. Yang padahal itu merupakan upaya kamuflase dari ajaran dan pemikiran sesungguhnya para teroris.
”Dari 3.500 teroris yang ditangkap di Indonesia sejak tahun 2000-2020, ternyata jika kita teliti dari 3.500 teroris tersebut ternyata punya jargon yel-yel kembali pada Alquran dan As-Sunah,” tuturnya.
“Kita perlu belajar dengan seseorang yang berilmu, kita percayai akhlak dan budi pekertinya,” imbuh Sofyan.
Pria yang sempat terpapar pemikiran Aman Abdurahman, pimpinan Jemaah Ansharut Daullah (JAD) ini, juga mengajak masyarakat terutama umat Islam selektif dalam memilih guru atau ustaz. Sebab kini dinilainya cukup banyak para pembimbing rohani tersebut yang justru ‘menyesatkan’.
“Sekarang di kalangan anak-anak muda marak istilah hijrah tetapi yang jadi masalah jika salah mencari seorang guru, ustaz atau mentor yang masuk pesantren baru sehari, dua hari lalu mengkafirkan sesorang menyalahkan ini, itu menyebut ini salah, yang itu salah,” jelasnya.
“Anak-anak muda yang baru mengaji setahun, dua tahun yang baru semangat mencintai Islam lalu dimanfaatkan oleh sesorang untuk membenci sesama umat, ini yang tidak kita inginkan,” lanjut dia.
Ia khawatir para anak muda yang bersikap intoleran apalagi radikal, pada akhirnya menjadi teroris. Sebab, tinggal beberapa tahap lagi bagi mereka untuk selanjutnya menjadi pelaku teror. Dirinya pun kembali mengingatkan semua pihak untuk mewaspadai kondisi ini.
Sofyan berharap, masyarakat khususnya para generasi muda, tak menjadi agen pemecah belah bangsa. Serta penyebar pemikiran intoleran, radikalisme hingga terorisme, di berbagai wadah khususnya media sosial. “Yang kita khawatirkan mereka akan jadi terorisme. Anak- anak muda kita banyak yang terjebak pada pemikiran ekstrimisme. Tidak mau menghormati mazhab setempat. Makanya saya berpesan pengalaman saya dulu jangan sampai terulang dengan pada jemaah, melawan pemerintah berjihad dengan menentang hukum,” katanya.