Masyarakat Kolhua Tetap Bersikukuh Tolak Pembangunan Bendungan Kolhua

Baca Juga

MATA INDONESIA, KUPANG – Proyek Bendungan Kolhua hingga kini masih menggantung. Pasalnya masyarakat Kolhua masih menolak pembangunan bendungan tersebut.

Sekretaris Serikat Tani Kolhua Dance Bistolen mengatakan bahwa sampai saat ini seluruh masyarakat Kolhua menolak pembangunan Bendungan tersebut karena proyek ini merugikan masyarakat.

“Kalau proyek ini jadi dibangun lahan-lahan produktif milik masyarakat akan diambil seperti sawah dan kebun. Bahkan bukan hanya lahan produktif yang diambil, tapi rumah warga juga akan ikut digusur,” ujarnya saat ditemui minews.id di kediamannya, Selasa 29 Maret 2022.

Ia mengungkapkan bahwa pada tahun 2013, baru ada 300 rumah yang masuk target penggusuran. Namun saat ini diperkirakan ada sekitar 700 rumah yang masuk sasaran penggusuran. Selain itu, ada satu rumah adat milik Suku Helong di dalam lokasi proyek itu.

“Sehingga kalau proyek ini jadi dikerjakan, mata pencaharian dan perumahan warga pasti akan hilang. Kami tidak mau bicara tentang nilai uang atau ganti rugi. Apapun tawarannya, komitmen kami ya tetap menolak sebab ada ribuan kuburan leluhur yang ada di dalam lokasi proyek bendungan tersebut,” katanya.

Ia juga menjelaskan bahwa pihak Badan Pertanahan Kota Kupang yang tergabung dalam tim sembilan sempat datang ke lokasi pada tanggal 19 Agustus 2013 silam. Namun, mereka diusir Serikat Tani Kolhua dan masyarakat setempat.

“Kedatangan dan cara mereka seperti pencuri. Mereka tidak kasih pemberitahuan kepada masyarakat. Tiba-tiba saja mereka masuk lewat Badan Pertanahan Kota Kupang dengan tujuan untuk memasang patok pada lahan-lahan tersebut agar sertifikat tanahnya bisa diurus. Tapi ternyata itu diukur untuk dijadikan lahan pembangunan Bendungan Kolhua,” ujarnya.

Dance melanjutkan bahwa saat itu pihak Badan Pertanahan Kota Kupang sempat berupaya melakukan sosialisasi terkait pengukuran tanah, tapi tidak berjalan dengan baik. Sebab dari awal masyarakat tidak mau adakan pertemuan dengan BPN. Sempat dibahas terkait ganti rugi tapi masyarakat menolak.

“Masyarakat yang hadir berusaha menyampaikan pendapat agar pemerintah memperhatikan nasib mereka tapi tidak diindahkan oleh pihak tim sembilan saat itu,” katanya.

Ganti rugi yang ditawarkan waktu itu ditentukan sesuai besaran Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Waktu itu di tahun 2013, NJOP untuk lahan di sekitar wilayah proyek dihitung sebesar Rp 3.000/meter sehingga 1 hektare nilainya cuma Rp 3.000.000.

“Tapi tidak ada yang mau karena bukan itu yang dipikirkan masyarakat. Justru yang diperjuangkan masyarakat adalah soal harga diri Suku Helong,” ujarnya.

Dan sejak itu, Badan Pertanahan Kota Kupang tidak pernah datang lagi ke sini karena kami berkomitmen untuk memperjuangkan lahan milik kami sampai titik darah penghabisan.

Pihak Serikat Tani Kolhua sejauh ini tetap melakukan konsolidasi dengan warga pemilik lahan untuk tidak terprovokasi dengan isu penggusuran dan tetap beraktivitas sebagai petani seperti biasa.

“Jadi kalau memang ada pihak yang datang dan lakukan penerobosan, maka kami tidak akan tinggal diam. Karena ini adalah wilayah kami, maka kami akan jaga mati-matian,” katanya.

Ia juga mengungkapkan alasan lain mengapa penolakan itu terjadi karena suku asli Kota Kupang adalah Suku Helong. Dan tidak bisa dipungkiri kalau Kota Kupang ini lahir dari rahim Orang Helong.

“Jejaknya masih ada di sini dan hal itu yang kita pertahankan untuk mengantisipasi agar garis keturunan Helong Kolhua tidak hilang di masa depan,” ujarnya.

Selain itu, Suku Helong juga ada di Kabupaten Kupang yaitu Semau, Bolok, Besmarak dan Uiletcala.

Dance melanjutkan bahwa sebenarnya perjuangan untuk menolak pembangunan Bendungan Kolhua ini sudah dimulai sejak tahun 1993, pada zaman kepemimpinan Wali Kota SK Lerik. Tapi, proyeknya tidak berjalan karena menurut penelitian dari Jepang saat itu disebutkan bahwa struktur tanah di lokasi proyek tidak layak sehingga proyek pembangunannya dialihkan ke Tilong.

Lalu di tahun 2009, di zaman Walikota Daniel Adoe, wacana pembangunan Bendungan Kolhua muncul lagi. Namun, saat itu masyarakat tetap mati-matian menolak pembangunan proyek tersebut.

Selanjutnya di tahun 2012, zaman kepemimpinan Jonas Salean, rencana pembangunan bendungan ini digulirkan lagi tapi masyarakat tetap menolak sampai dengan sekarang.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Di Era Pemerintahan Presiden Prabowo, Korban Judol Diberikan Perawatan Intensif di RSCM

Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat mengumumankan adanya inisiatif baru dalam upaya menangani dampak sosial dan psikologis...
- Advertisement -

Baca berita yang ini