MATA INDONESIA, KUALA LUMPUR – Direktur Basel Action Network, Jim Puckett meminta Malaysia untuk memeriksa seluruh pengiriman sampah plastik asal Amerika Serikat (AS) yang masuk ke negara tersebut.
“Kami khawatir banyak pengiriman tidak akan begitu bersih dan banyak yang akan menemukan jalan mereka menuju operasi yang sangat berpolusi,” kata Jim Puckett.
Sebagaimana diketahui, Malaysia mengizinkan masuk kontainer berisi sampah plastik dari AS, setelah memastikan bahwa peti kemas itu hanya berisi sampah yang dapat didaur ulang.
Melansir Reuters, Rabu, 31 Maret 2021, sampah plastik itu dinilai tidak melanggar perjanjian baru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang tidak mengizinkan perdagangan plastik yang terkontaminasi.
Penandatanganan Konvensi Basel, yang telah berlaku pada 1 Januari 2021, hanya memperbolehkan perdagangan limbah plastik yang bersih, telah disortir, dan dapat didaur ulang –kecuali negara pengimpor memberikan pengecualian.
Dan Malaysia menjadi tujuan utama sampah plastik dunia setelah Cina melarang impor plastik pada 2018 dan Beijing telah mengembalikan ribuan ton sampah plastik ke negara pengirim sejak saat itu.
Asia Tenggara sebelumnya menegaskan akan mengirim balik sampah kiriman Negeri Paman Sam lantaran disinyalir membawa limbah berbahaya. Namun, Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan bahwa sampah plastik yang tiba dalam keadaan bersih dan mengandung limbah polietilen homogeny, sesuai dengan syarat dalam izin impor.
AS yang menghasilkan lebih banyak sampah plastik per kapita merupakan satu-satunya negara besar yang tidak meratifikasi Konvensi Basel dan tidak terikat pada peraturannya. Namun dalam konvensi tersebut termaktub, Malaysia tidak dapat menerima sampah plastik terlarang dari AS.
Organisasi non-pemerintah Basel Action Network mengatakan bahwa perdagangan limbah plastik yang terkontaminasi masih mengalir, kendati ada aturan baru PBB yang menyoroti tingginya volume sampah yang dikirim AS ke Malaysia.