MATA INDONESIA, JAKARTA – Harga obat-obatan dan tabung oksigen sedang meninggi, di saat pemerintah tengah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) untuk. Kenaikan ini tidak hanya terjadi pada obat terkait penanganan COVID-19 seperti Ivermectin atau multivitamin, namun juga pada alat-alat seperti pengukur oksigen oxymeter hingga masker.
Menurut Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto, kenaikan itu tidak hanya ditemukan di lapangan, namun juga di e-commerce. Obat Ivermectin, yang biasanya Rp5.000-7.000 per tablet, kini sampai hampir Rp200 ribu lebih per strip, bahkan harga susu steril pun ikut naik hingga semua harga jadi tidak masuk akal.
“Pemerintah mesti berkomunikasi dengan e-commerce juga, seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak, Lazada, dan lainnya agar mereka bertanggungjawab menjaga harga. Harus ada unit khusus di e-commerce yang mengawasi seller-seller nakal ini. Kalau sudah pasang harga tak wajar sesuai ketentuan pemerintah ditutup saja tokonya,” ujar Hari dalam rilisnya, Rabu 7 Juli 2021.
Ia juga menyarankan agar BUMN obat-obatan harus menjawab situasi PPKM saat ini. Ia tak ingin mafia kesehatan mendominasi dan mengendalikan harga obat-obatan yang dibutuhkan selama pandemi.
“Aksi efek jera dalam tindakan hukum perlu dilakukan kepada mafia kesehatan agar situasi PPKM dapat terkendali. Pemberian efek jera terhadap penimbunan dan ketersediaan obat-obatan dan oksigen telah melanggar Pasal 29 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan,” katanya.
Hari juga meminta kepada kementerian terkait untuk saling berkoordinasi dan mampu mengantisipasi kelangkaan dan ketersediaan obat -obatan dan oksigen di tengah-tengah masyarakat.
Ia menjelaskan bahwa pemberian efek jera terhadap penimbunan dan ketersediaan obat-obatan dan oksigen telah melanggar Pasal 29 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang berbunyi:
1. Pelaku Usaha dilarang menyimpan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan Barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan Barang.
2. Pelaku Usaha dapat melakukan penyimpanan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu jika digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam proses produksi atau sebagai persediaan Barang untuk didistribusikan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
