MINEWS.ID, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong pembentukan bank digital alias bank virtual. Langkah ini mengikuti jejak dua negara Asia yaitu Singapura dan Hong Kong.
Sekadar info, Bank virtual merupakan institusi keuangan tanpa kantor cabang fisik di mana semua transaksi dilakukan secara daring (online).
Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital OJK Sukarela Batunanggar mengatakan bahwa transformasi digital pada perbankan tidak hanya pada proses bisnis, tetapi juga mencakup bisnis model. Untuk itu, bank diharapkan bisa lebih responsif dan inklusif ke depan.
“Konsep bank digital adalah customer-sentris sehingga perbankan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan nasabah dengan tepat,” kata Sukarela pada Senin 7 Oktober 2019.
Ia lalu mengatakan bahwa kelahiran bank digital ini memiliki dua pola. Pertama, bank yang bertransformasi dari model bisnis, strategi bisnis hingga produknya. Kedua, bank digital yang lahir dari nol sebagai bank digital.
Kehadiran bank digital, kata dia, merupakan konsekuensi dari perubahan tatanan sektor keuangan akibat perkembangan teknologi. Maka mau tidak mau, perbankan harus mengikuti pola tersebut agar tetap kompetitif di pasar.
“Pola konsumsi sudah berubah jadi kami tidak bisa bertahan dengan pola model bisnis yang sekarang. Artinya konsumen mengharapkan dan menuntut perubahan baik pelayanan maupun bisnis modelnya saja,” ujar dia.
Dalam hal ini, sebagai regulator OJK akan mulai mengkaji regulasi terkait bank digital. Namun, ia belum dapat memastikan kapan aturan tersebut akan diluncurkan.
“Tentunya harus ada regulasi, tunggu saja. “Indonesia juga akan menuju ke sana (Hongkong dan Singapura),” kata dia.
Optimisme pembentukan bank digital didasari potensi ekonomi digital Indonesia ke depan. Sukarela mengatakan, berdasarkan data studi Google dan Temasek, ekonomi digital Indonesia diprediksi bisa tembus 100 miliar dolar AS pada 2025 atau setara 1.400 triliun rupiah.
Saat ini, kata dia, potensi ekonomi digital Indonesia ditaksir mencapai 27 miliar dolar AS setara Rp378 triliun. Karenanya, dibutuhkan sinergi dari berbagai stakeholder sehingga potensi ekonomi digital dapat dimanfaatkan secara maksimal.
“Kami perlu menyusun strategi yang komprehensif dan kolaborasi seluruh stakeholder sehingga dapat membangun ekosistem terpadu dan suportif ke depan,” ujar dia.