MATA INDONESIA, JAKARTA-Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan kebijakan untuk mengeluarkan limbah abu terbang dan abu padat (FABA) hasil batu bara menjadi kategori bukan berbahaya dan beracun (non B3) dapat menjadi peluang ekonomi baru, karena limbah tersebut dapat diolah kembali dengan teknologi baru.
“FABA itu jumlahnya banyak dan sulit dikendalikan, tetapi seiring berkembangnya teknologi, FABA ternyata bisa diolah kembali menjadi sesuatu yang berguna,” kata Agus, Rabu 17 Maret 2021.
Limbah FABA kata dia dapat diolah sebagai bahan baku infrastruktur. Selain itu, pencabutan FABA dari daftar limbah B3 juga bisa mempersempit ruang gerak mafia yang “bermain” dalam pengelolaan limbah dan berpotensi merugikan pengelola PLTU.
“Tempat pengelolaan limbah di Jawa, jika PLTU di Papua atau Sulawesi, ibutuhkan ongkos yang banyak. Padahal, untuk mengelola FABA juga dibutuhkan pembuatan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dengan biaya hingga Rp 400 jutaan, di sini timbul praktik mafia,” katanya.
Peneliti FABA dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Januarti Jaya Ekaputri menambahkan kebijakan pencabutan FABA dari daftar limbah B3 dapat membuka pemanfaatan limbah untuk infrastruktur maupun pertanian.
Menurut dia, FABA yang diolah dengan baik sesuai standar pemerintah dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan batu bata, semen, corn block, dan sejenisnya, bahkan menjadi pupuk di beberapa negara maju.
Namun, ia mengakui regulasi maupun pengawasan FABA masih memerlukan pemeriksaan secara ketat karena limbah ini mempunyai efek bahaya apabila dikelola dalam jumlah banyak dan tidak terkontrol kualitasnya.
“Misalnya, kita anggapannya nasi. Nasi tidak berbahaya. Tetapi kita dipaksa makan sekali duduk 50 kilogram, itu menjadi berbahaya. Sekarang pertanyaannya apakah nasi itu beracun? Nasi itu tidak beracun. Tetapi kalau dalam jumlah besar mungkin berbahaya,” katanya.
Sebelumnya, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati memastikan adanya penegakan hukum jika terjadi pelanggaran dalam pengelolaan limbah abu batu bara PLTU.
“Kalau memang terjadi pelanggaran, bisa dilakukan penegakan hukum. Masyarakat tetap bisa melakukan gugatan ganti kerugian, karena itu dilindungi negara,” katanya.
Vivien menegaskan bahwa masuknya fly ash (abu terbang) dan bottom ash (abu padat) atau yang dikenal sebagai FABA dari hasil pembakaran batu bara di PLTU dalam kategori non-B3 tidak akan menghilangkan standar pengaturan dan pengelolaan.
KLHK telah menyusun pengaturan limbah non-B3 yang meliputi pengurangan limbah, penyimpanan, pemanfaatan, penimbunan, penanggulangan pencemaran lingkungan hidup dan pelaporan kegiatan limbah non-B3.