Libatkan Masyarakat untuk Tangkal Radikalisme dan Intoleransi

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Deteksi dini terhadap radikalisme dan intoleransi memang cukup rumit sehingga dalam penanganannya harus melibatkan peran masyarakat.

“Terdapat beberapa alasan kurangnya kesadaran masyarakat karena masih disibukkan dengan permasalahan pandemi Covid-19. Kedua, masyarakat masih melihat bahwa upaya menangkal radikalisme masih menjadi tugas pemerintah dan aparat keamanan semata,” kata Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia, Prof Iwan Gardono,  kepada Mata Indonesia News, pada 2 Februari 2021.

Melihat kondisi ini, maka upaya pemolisian masyarakat dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 7 Tahun 2021 Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN-PE) bertujuan melibatkan masyarakat agar bisa mencegah penyebaran radikalisme dan intoleransi.

Pemerintah memang perlu mendukung upaya masyarakat yang bersifat promotif untuk meningkatkan imunitas terhadap radikalisme, intoleransi dan terorisme.

Maka mulai dari sekolah, tempat kerja dan organisasi harus sudah ada aturan yang mampu mengatasi sejumlah hal yang berkaitan dengan radikalisme dan intoleransi. Upaya ini juga untuk memberikan kesadaran bagi masyarakat yang masih kurang peduli terhadap deteksi dini radikalisme dan intoleransi.

Salah satu sosialiasi paling efisien bisa melalui e-book dan video yang dikirimkan kepada guru dan siswa di sekolah yang berisi tentang pembahasan dan perdebatan kritis serta berbasiskan argumentasi berdasarkan hasil riset dari pakar dan tokoh masyarakat.

Sosialisasi ini diharapkan tidak hanya sekedar menangkal radikalisme dan terorisme semata melainkan juga bisa membantu dalam membangun ekonomi, sosial, politik serta ketahanan nasional di era global seperti sekarang.

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Generasi Muda Harus Jaga Nilai Kemerdekaan di Tengah Gempuran Budaya Pop

Oleh: Aulia Sofyan Harahap )* Seluruh generasi muda Indonesia harus terus menjaga nilai kemerdekaan meski di tengah adanya berbagai macam gempuran budaya pop, termasuk yang sedangmenjadi tren belakangan ini yakni anime One Piece. Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, ruang digital terus ramai memperbincangkan adanya fenomena pengibaran bendera bajak lautdari serial anime One Piece.  Simbol tengkorak dengan topi jerami itu muncul di sejumlah lokasi, yang kemudianmenyulut pro dan kontra di tengah masyarakat. Sebagian menganggapnya sebagaibentuk ekspresi semata, namun sebagian lainnya justru menilai bahwa pengibaranbendera One Piece itu sebagai salah satu bentuk upaya provokasi yang berpotensimengaburkan nilai-nilai sakral kemerdekaan. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat RI Ahmad Muzani merespons seluruh haltersebut dengan pandangan yang lebih moderat. Ia memandang bahwa tindakantersebut sebagai ekspresi kreatif dari masyarakat, terutama pada para generasimuda yang tengah hidup dalam era digital dan budaya global.  Meski begitu, ia tetap menegaskan bahwa sejatinya semangat kebangsaan yang dimiliki oleh seluruh masyarakat Indonesia tidak akan pernah tergantikan oleh apapun bahkan termasuk keberadaan budaya pop sekalipun. Muzani meyakinibahwa di balik simbol asing yang diangkat tersebut, seluruh masyarakat sejatinyatetap menyimpan Merah Putih dalam lubuk hati mereka. Senada dengan hal itu, politikus Andi Arief memandang bahwa pengibaran benderatersebut memang bukan sebagai bentuk pemberontakan, melainkan sebagai simbolharapan. Ia membaca tindakan itu sebagai protes yang muncul dari keresahan, namun tetap mengandung semangat untuk membangun Indonesia tercinta. Bagi sebagian kalangan, ekspresi semacam itu bukan berarti meninggalkan kecintaanpada tanah air, tetapi justru sebagai bentuk pencarian atas harapan yang lebih baikbagi bangsa. Sementara itu, Menteri Kebudayaan Fadli...
- Advertisement -

Baca berita yang ini