MATA INDONESIA, JAKARTA – Pasca liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru), wilayah Tangerang Raya, yakni Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Tangerang Selatan masuk ke dalam zona merah penyebaran Covid-19.
Dikutip dari akun Instagram @dinkes_provbanten, total Covid-19 di Banten hingga saat ini mencapai 19.752 kasus. Sebanyak 2.609 masih dirawat, 15.558 sembuh, dan 585 meninggal dunia.
Banyaknya kasus Covid-19 yang muncul, mendulang berbagai kritik bagi pemerintah Provinsi Banten. Mereka dianggap lalai dalam menangani virus tersebut.
Sebelumnya, pada Desember 2020. Wahidin Halim, Gubernur Banten, memberikan izin haul Syaeikh Abdul Qadir Jaelani di Tangerang. Peringatan ini mengundang ribuan massa untuk datang ke acara tersebut.
Beberapa pihak pun mengkritik tajam pemberian izin oleh Wahidin itu, salah satunya Wiku Adisasmito, Juru Bicara Satgas Nasional Covid-19. Menurutnya tidak ada satu pun kerumunan yang diizinkan saat masa pandemi, termasuk acara haul.
Wiku menjelaskan bahwa sebetulnya tiap daerah mampu mencegah terjadinya kerumunan lewat Peraturan Daerah (Perda). “Jika memang ada kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan hal ini sudah diatur melalui Perda masing-masing yang intinya dibuat untuk meminimalisir peluang penularan COVID-19″ katanya.
Kritik lain pun dilayangkan kepada Arief Rachadiono Wismansyah, Wali Kota Tangerang. Menurut Mohamad Yusuf, Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Investigasi Negara (LIN), upaya Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang melawan pandemi Covid-19 terlihat kurang serius karena jumlah pasien positif Covid-19 kian melonjak.
Yusuf menambahkan, Arief tidak memiliki program yang jelas dalam menekan angka penyebaran virus Covid-19 di Kota Tanggerang. Padahal, semua lapisan masyarakat dalam kota itu sudah berusaha mengurangi penyebaran virus mematikan itu.
Di Tangerang, para tokoh agama bekerjasama dalam mengendalikan rumah-rumah ibadah agar tidak menjadi titik penyebaran. Sementara pada arena publik, Pemkot Tangerang tidak bisa mengendalikannya sebab belum memiliki konsep yang konsisten.
Ia menambahkan jika Peraturan Wali Kota No.78 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Lingkungan (PSBL) dengan sanksi denda sebesar Rp 50 ribu belum mengubah kesadaran warga untuk mengikuti protokol kesehatan, seperti memakai masker dan menjaga jarak.
Bahkan, Yusuf menyarankan agar penanganan Covid-19 diserahkan kepada pihak Polri dan TNI. Dengan begitu, zona merah wilayah terpapar Covid-19 akan segera teratasi.
Sama seperti Yuusf, menurut HM Muchsi AR, Ketua Lembaga Badan Penelitian Aset Negara Republik Indonesia (BPAN – RI), Wali Kota Tangerang tidak memiliki konsep yang jelas dalam menekan penyebaran Covid-19. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya penularan virus, padahal banyak fasilitas publik seperti Mall, Hotel, pasar, dan rumah ibadah yang sudah ditutup semaksimal mungkin.
“Itu sama saja dengan upaya warga Tangerang yang sia-sia karena mungkin saja Wali Kota tidak bekerja” katanya. Ia menambahkan, jika Pemkot Tangerang tidak serius dan hanya sekadar wacana saja.
“Kita bisa melihat sendiri, ketika warga yang berada di pasar ditindak dan didenda Rp 50 ribu. Sanksi seperti ini merupakan regulasi kemunduran. Sebab, orang tidak akan datang lagi ke pasar. Memangnya, para pedagang lainnya diberi gaji oleh Wali Kota tiap bulannya?” katanya.
Seharusnya, konsep mengendalikan penyebaran Covid-19 di pasar tradisional dengan mengajak musyawarah antara pedagang dan pengelola pasar. Mereka diarahkan untuk merubah jarak tempat berjualan menjadi beberapa titik. Kemudian, mereka harus menambah jam operasional sehingga kerumunan dapat terurai.
”Dengan konsep yang jelas, warga Tangerang akan menaati protokol yang ada. Mereka juga dapat mencukupi kebutuhan ekonominya,” ujar Muchdi.
Reporter: Diani Ratna Utami