Kulon Progo Tak Khawatirkan Stok Gabah hingga Lebaran 2025, Petani justru Was-was soal Harga

Baca Juga

Mata Indonesia, Kulon Progo – Asosiasi Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kabupaten Kulon Progo, memastikan ketersediaan stok gabah di wilayah tersebut aman hingga Lebaran 2025, seiring dengan dimulainya panen kembali pada April mendatang.

Ketua Gapoktan Kulon Progo, Margiyono, menyebutkan bahwa salah satu kelompok tani, yaitu Gapoktan Panca Manunggal Sogan, memiliki persediaan sebanyak 35 ribu ton gabah kering giling (GKG).

“Di Kulon Progo terdapat puluhan gapoktan. Jika setiap gapoktan rata-rata memiliki stok 20 ton GKG, kami optimis bahwa persediaan beras dan gabah akan tetap terjaga hingga Lebaran nanti,” ujar Margiyono, dikutip Sabtu 1 Februari 2025.

Ia menambahkan bahwa hampir seluruh wilayah Kulon Progo akan memasuki masa panen pada akhir Maret dan April 2025, sehingga stok gabah akan kembali bertambah.

“Akhir Maret dan April merupakan musim panen, sehingga produksi gabah akan meningkat secara signifikan,” jelasnya.

Meskipun gabah di Kulon Progo tercukupi, ada kekhawatiran para petani terkait dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah 2025 yang ditetapkan sebesar Rp6.500 per kilogram.

Margiyono menilai kebijakan ini cukup memberatkan bagi para pengusaha penggilingan padi. Pasalnya, pemerintah mewajibkan pembelian gabah kering panen (GKP) dengan harga tersebut, tanpa mempertimbangkan kualitasnya.

Pada 2025, HPP Gabah mengalami kenaikan dari Rp6.000 per kilogram pada 2024 menjadi Rp6.500 per kilogram. Sementara itu, harga gabah kering giling (GKG) meningkat dari Rp7.400 menjadi Rp8.200 per kilogram, dan harga beras naik dari Rp11.000 menjadi Rp12.000 per kilogram. Kebijakan ini mulai berlaku sejak 15 Januari 2025.

“Di lapangan, aturan ini cukup menyulitkan pengusaha penggilingan padi karena mereka harus membeli GKP seharga Rp6.500 per kilogram tanpa melihat kualitasnya,” ungkap dia.

Akibatnya, para pelaku usaha penggilingan kecil, menengah, dan besar di Kulon Progo mengalami kesulitan dalam menerapkan kebijakan tersebut.

Margiyono menjelaskan bahwa rendemen GKP umumnya tidak mencapai 50 persen. Dalam standar yang baik, rendemen GKP hanya sekitar 50 persen. Dengan kondisi tersebut, jika GKP dihargai Rp6.500 per kilogram, sementara beras dijual kepada pemerintah seharga Rp12.000 per kilogram, maka perhitungan keuntungannya tidak sesuai.

Menurutnya, asosiasi gapoktan membeli GKP dengan harga Rp6.000 per kilogram, bukan Rp6.500 per kilogram, karena hitungan ekonomi dengan harga yang lebih tinggi tidak menguntungkan. Hal ini menambah beban bagi pengusaha penggilingan padi.

“Melihat situasi seperti ini, meskipun kami ingin mendukung pemerintah, namun kami tidak dapat menjalankan kebijakan ini. Kami membeli gabah sesuai harga pasar, sementara pemerintah tetap bersikeras untuk mewujudkan swasembada pangan,” kata dia.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Rip Current di Pantai Drini jadi Sorotan, Pemerhati UGM Berikan Tips untuk Cegah Jatuhnya Korban Jiwa

Mata Indoneisa, Kulon Progo - Baru-baru ini, sejumlah wisatawan yang merupakan siswa SMP 7 Mojokerto mengalami insiden terseret arus...
- Advertisement -

Baca berita yang ini