MATA INDONESIA, KHARTOUM – Berbicara pada konferensi pers pertamanya sejak mengumumkan pengambilalihan, Jenderal tertinggi Sudah, Abdel Fattah al-Burhan mengatakan bahwa tentara tidak punya pilihan selain menggeser politisi yang menghasut dan melawan angkatan bersenjata.
Abdel Fatah juga menegaskan bahwa perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh militer adalah untuk menghindari perang saudara. Sementara para pengunjuk rasa turun ke jalan untuk berdemonstrasi menentang pengambilalihan kekuasaan.
Pengambilalihan militer pada Senin (25/10) menghentikan transisi Sudan ke demokrasi, dua tahun setelah pemberontakan rakyat menggulingkan pemimpin lama Omar al-Bashir.
“Bahaya yang kita saksikan pada pekan lalu bisa membawa Sudan ke dalam perang saudara,” kata Abdel Fattah al-Burhan, merujuk pada demonstrasi menentang prospek kudeta, melansir Al Jazeera, Rabu, 27 Oktober 2021.
“Perdana menteri ada di rumahnya. Namun, kami takut dia dalam bahaya sehingga dia ditempatkan bersama saya di rumah saya,” sambung sang jenderal yang kini menjabat sebagai kepala negara secara de facto setelah memimpin kudeta.
Berdasarkan sumber militer bahwa Perdana Menteri Abdalla Hamdok yang ditangkap pada Senin (25/10) dan istrinya telah diizinkan untuk kembali ke rumah mereka di Khartoum.
“Tidak jelas berapa banyak kebebasan yang dia miliki dan apakah dia akan diizinkan untuk berbicara dengan media atau melakukan kontak dengan siapa pun dalam beberapa hari mendatang,” kata Hiba Morgan dari Al Jazeera, melaporkan dari Khartoum.
Pada kesempatan yang sama, Abdel Fattah al-Burhan juga mengumumkan pembubaran Dewan Berdaulat, sebuah badan yang dibentuk setelah penggulingan mantan Presiden al-Bashir untuk berbagi kekuasaan antara militer dan warga sipil, serta memimpin Sudan menuju pemilihan umum yang bebas.
Sementara halaman Facebook untuk kantor perdana menteri, tampaknya masih di bawah kendali loyalis Hamdok, menyerukan pembebasannya dan para pemimpin sipil lainnya.
“Hamdok tetap menjadi otoritas eksekutif yang diakui oleh rakyat Sudan dan dunia”, kata pos tersebut. Dikatakan tidak ada alternatif selain protes, pemogokan dan pembangkangan sipil.
Pada Senin (25/10) pasukan militer Sudan menahan sejumlah pejabat pemerintah, ketika kelompok pro-demokrasi utama negara itu meminta orang-orang turun ke jalan untuk melawan kudeta militer.
Asosiasi Profesional Sudan – sebuah kelompok yang memimpin tuntutan untuk transisi ke demokrasi, juga mengatakan ada pemadaman internet dan sinyal telepon di seluruh negeri.
Pengambilalihan oleh militer akan menjadi kemunduran besar bagi Sudan, yang telah bergulat dengan transisi menuju demokrasi sejak otokrat lama Omar al-Bashir digulingkan oleh protes massa.