MATA INDONESIA, JAKARTA – Kominfo mendorong sektor industri memanfaatkan secara efisien dan masif teknologi dengan berlaih dari 4G ke 5G.
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia tidak menyurutkan langkah para operator-operator layanan telekomunikasi untuk beralih ke teknologi 5G.
Persiapan untuk teknologi dan jaringan telekomunikasi yang dapat mentransfer data lebih besar dan lebih cepat ini menjadi tantangan bagi perusahaan operator layanan telekomunikasi.
Direktur Jenderal Penyelenggaan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ahmad M Ramli mengatakan, saat memasuki 5G maka isu-isu seperti machine to machine, human to machine, artifisial intelijen, dan penggunaan komunikasi yang bisa menggerakkan robotik dan lainnya mengemuka dengan sangat masif.
“Kalau berangkat dari 4G ke 5G maka sebetulnya kami mendorong yang pertama bisa itu adalah industri. Awalnya begitu. Kalau industri bisa memanfaatkan ini lebih dulu ini akan sangat bagus,” kata Ramli, Rabu 30 Juni 2021.
Pemerintah melalui regulasi yang ada saat ini maupun UU cipta kerja menerapkan prinsip teknologi netral. Oleh karena itu semua spektrum yang telah dilisensikan pada operator boleh gunakan dengan teknologi apapun. Jadi tidak perlu lagi meminta izin teknologi baru, frekuensi baru ketika memasukkan 5G sebagai bagian dengan memanfaatkan spektrum yang ada.
Persiapan kedua untuk 5G adalah regulasi. Melalui UU Cipta Kerja, pemerintah mendorong network sharing di mana satu operator dapat menggunakan infrastruktur masif dan pasif operator lain bahkan saling bekerjasama untuk penggunaan frekuensi
“UU Ciptaker membatasi bahwa tv analog stop pada 2 November 2022. Dengan demikian terhemat digital dividen di frekuensi 700 selebar 112 MH. Ini sangat ideal kalo ingin dijadikan bagian dari penopang 5G,” ujar Ramli.
Meski teknologi 5G memberi banyak keuntungan, pemerintah tidak akan switch off dengan 4G. Pemerintah menilai 4G dan 5G dapat berjalan bersamaan.
“Karena pengguna 4G dengan device-device sudah familiar dan sudah compatible. Dengan 5G itu sangat masif kemudian perlu waktu yang cukup panjang untuk bergerak seluruhnya ke 5G. Dan Handset sendiri seperti yang kita tahu smart phone yang ada itu baru ada beberapa yang siap 5G masuk ke Indonesia,” kata Ramli.
Kominfo mencatat, setidaknya 96 persen pengguna ponsel pintar (smartphone) di Nusantara menggunakan gawai 4G. Hanya 16 persen yang masih memakai ponsel lawas (feature) atau berbasis 2G dan 3G.
“Kalau berdasarkan kebutuhan, saya melihat masyarakat masih akan bergerak ke 4G. Tapi kami akan evaluasi dalam lima tahun setelah 5G hadir,” ujar Ramli.