MATA INDONESIA, JAKARTA – Nilai tukar rupiah atas dolar Amerika Serikat (AS) kembali menguat pada akhir perdagangan Kamis 29 Agustus 2019 Sore. Rupiah terapresiasi ke posisi Rp 14.238 per dolar AS atau menguat 0,12 persen.
Sementara itu, kurs referensi Bank Indonesia Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di posisi Rp14.254 per dolar AS atau menguat dibanding Rabu kemarin, yakni Rp14.263 per dolar AS. Hari ini, rupiah bergerak di dalam rentang Rp 14.236 hingga Rp 14.262 per dolar AS.
Mengutip data RTI Bussines, sore hari ini, pergerakan sejumlah mata uang utama Asia bervariasi atas dolar AS pada hari ini. Ada yang melemah, seperti yen Jepang melemah 0,12 persen. Yang menguat adalah Yuan China sebesar 0,15 persen dan Dolar Singapura 0,04 persen.
Mata uang negara maju seperti Euro dan Poundsterling juga melemah masing-masing 0,01 persen dan 0,08 persen. Cuma dolar Australia yang menguat 0,18 persen.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa pelemahan rupiah kali ini disebabkan oleh sejumlah sentimen dari eksternal di antaranya sebagai berikut.
Pertama, belum ada kepastian soal pertemuan antara AS dan China. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan pejabat perdagangan AS mengharapkan negosiator China untuk mengunjungi Washington, untuk pembicaraan perdagangan.
“Akan tetapi dia menolak untuk mengkonfirmasi apakah pertemuan yang sebelumnya direncanakan pada bulan September masih akan berlangsung,†ujar dia pada Kamis sore ini.
Kedua, kekhawatiran resesi saat ini kembali reda, pasar yang mendominasi adalah kurva imbal hasil Treasury AS yang terbalik, di mana imbal hasil jangka panjang lebih rendah daripada yang bertanggal pendek, biasanya dianggap sebagai tanda resesi di masa depan.
Ketiga, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menskors parlemen selama 5 minggu. Langkah ini sudah mendapatkan restu dari Ratu Elizabeth.
“Langkah Johnson ini dipandang sebagai taktik untuk mencegah para anggota parlemen Inggris yang berambisi untuk membatasi perdebatan soal opsi perceraian Inggris dengan Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun (No-Deal Brexit) sebelum batas waktu Brexit 31 Oktober,†kata Ibrahim.
Sementara dari dalam negeri, sentimen bagi rupiah datang dari tindakan BI yang terus melakukan intervensi melalui perdagangan di valas dan obligasi di pasar DNDF. Pemerintah lewat menteri keuangan terus memberikan informasi positif untuk ekonomi dalam negeri yang sejatinya memang cukup bagus dibandingkan ekonomi negara lain.
“Kolaborasi antara BI dan Pemerintah berhasil menstabilkan mata uang rupiah sehingga mata uang garuda masih dalam pengawasan yang ketat,†ujar Ibrahim.