Kisah Pilu Warga Afghanistan, Jual Anak Hingga Ginjal Demi Bertahan Hidup

Baca Juga

MATA INDONESIA, KABUL – Tak sedikit orang tua di Afghanistan yang terpaksa menjual anak-anak mereka demi dapat bertahan hidup. Dan krisis ekonomi parah yang melanda negara itu membuat sebagian warga menjual ginjal.

Berdasarkan laporan, lebih dari separuh penduduk Afghanistan mengalami kesulitan ekonomi yang serius. Mereka bahkan kesulitan hanya untuk sekadar memenuhi kebutuhan pangan dasar.

Penghentian bantuan internasional menyusul pengambilalihan negara oleh Taliban dan kondisi musim dingin yang keras menempatkan kehidupan jutaan warga Afghanistan semakin rentan.

Belum lagi Amerika Serikat (AS) dan Bank Dunia yang membekukan dana Afghanistan sejak Taliban mengambil alih kekuasaan pada 15 Agustus 2021. Sederet fakta ini kian menambah derita warga Afghanistan.

Ribuan warga Afghanistan, yang mayoritas merupakan suku Pashtun terpaksa meninggalkan rumah mereka karena mengalami kekeringan selama empat tahun terakhir dan konflik antara Taliban dan pemerintah sebelumnya di wilayah Shahr-i Sebz, sedang mencoba untuk bertahan hidup.

Di wilayah tersebut, rumah-rumah yang terbuat dari lumpur dan tanah liat tidak memiliki listrik, air, dan sistem pemanas. Saat ini, ketika kondisi musim dingin semakin memburuk, kebanyakan rumah bahkan tidak memiliki kompor.

Mereka yang memiliki kompor juga harus membakar plastik untuk memanaskan rumah, bukan kayu dan batu bara. Dan hal ini dapat menyebabkan keracunan, hingga kematian.

Seorang warga bernama Abdulkadir, mengaku hanya minum the dan mengonsumsi roti kering. Pria berusia 38 tahun itu juga tidak memiliki uang untuk pergi ke rumah sakit.

“Saya pergi ke rumah sakit untuk menjual salah satu ginjal saya seharga 1.457 USD (20,905,400 Rupiah). Para dokter mengatakan kepada saya bahwa jika saya menjalani operasi dan ginjal saya diangkat, saya akan mati,” kata Abdulkadir.

“Namun, saya ingin menjual ginjal saya. Situasi ekonomi kami sangat buruk sehingga saya siap untuk menjual salah satu anak saya seharga 150.000 Afghanis. Saya ingin menyelamatkan anggota keluarga saya yang lain,” sambungnya.

Sementara itu, warga sekitar mengeluhkan minimnya lapangan pekerjaan. Beberapa remaja dan orang dewasa mengemis di pusat kota dan mengumpulkan plastik dan kertas dari tempat sampah.

Kaum perempuan di Afghanistan juga memintal benang dari wol yang dibawa pedagang. Warga Afghanistan bisa mendapatkan maksimal sekitar 0,50-1,00 USD per hari.

Gulbuddin, seorang pria berusia 38 tahun mengatakan saat ini dia tidak dapat melakukan pekerjaan fisik karena dia telah menjual salah satu ginjalnya.

Ia juga terpaksa menjual putrinya yang bernama Ruziye seharga 3,500 USD atau sekitar 50,218,875, Rupiah. Sementara itu, ia menjual ginjalnya pada 2019 seharga 2,000 USD atau sekitar 28,696,500 Rupiah untuk biaya perawatan sang istri.

Dan tahun lalu, Gulbuddin menjual putrinya yang lain, Raciye yang baru berusia 5 tahun seharga 1,500 USD atau sekitar 21,522,375 Rupiah.

“Jika seseorang datang dan menginginkan mata saya, saya dapat menjualnya sehingga istri saya dapat bertahan hidup,” tuturnya, melansir TRT World, Rabu, 26 Januari 2022.

Kenyataan pahit ini juga dialami Bibizana, seorang ibu berusia 30 tahun dengan empat anak. Perempuan yang tinggal bersama sang ayah yang berusia 70 tahun itu mengungkapkan bahwa ia harus menjual ginjal dan putriya.

“Saya menjual ginjal saya. Kemudian saya harus menjual salah satu anak perempuan saya. Saya membeli bahan-bahan yang diperlukan untuk rumah dengan uang itu,” katanya.

“Saya berharap saya tidak dilahirkan ke dunia ini. Saya berharap saya tidak pernah melihat hari-hari ini. Hari-hari saya berjalan seperti neraka. Saya harus menanggungnya,” tuturnya.

Dengan berlinang air mata, Bibizana berkata bahwa ia tidak tahu berapa harga ginjalnya yang dijual. Ia mengatakan hanya menerima uang sebesar 486 USD atau sekitar 6,973,249 Rupiah.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Resmi Jadi Kader NasDem, Sutrisna Wibawa bakal Bersaing Ketat dengan Bupati Gunungkidul

Mata Indonesia, Yogyakarta - Mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Sutrisna Wibawa, telah resmi bergabung sebagai kader Partai Nasional Demokrat (NasDem). Hal ini jelas memperkuat dinamika politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gunungkidul 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini