MATA INDONESIA, JAKARTA-Harga LPG nonsubsidi secara resmi dinaikan PT Pertamina (Persero). Kebijakan penyesuaian harga ini menindaklanjuti peningkatan harga Contract Price Aramco (CPA) yang menjadi salah satu acuan penetapan harga LPG di Februari 2022 yakni mencapai 775 US dolar/metrik ton, atau naik 21 persen dari harga rata-rata CPA sepanjang 2021.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan kebijakan penyesuaian harga tersebut justru berpotensi mengakibatkan anggaran subsidi sektor energi kian membengkak.
Menyusul, adanya migrasi kelompok ekonomi mampu yang merupakan konsumen pengguna gas elpiji non-subsidi terhadap gas subsidi kemasan 3 kilogram (Kg) yang memiliki harga terjangkau.
“Migrasi ini pasti akan terjadi karena selisih harga sudah semakin jauh. Ini akan membuat subsidi energi membengkak,” katanya.
Apalagi, lanjut Bhima, mekanisme pemberian program subsidi energi termasuk LPG bersifat terbuka. Walhasil, masyarakat kelompok ekonomi mampu bisa leluasa untuk melakukan pembelian gas elpiji subsidi kemasan 3 Kg.
“Sementara pendapatan masyarakat secara umum belum mengalami perbaikan sebelum seperti masa pandemi terjadi,” katanya.
Oleh karena itu, pihaknya meminta Pemerintah dan Pertamina untuk lebih serius dalam melakukan pengawasan atas distribusi gas elpiji subsidi maupun non-subsidi. Sehingga, program subsidi di sektor energi menjadi tepat sasaran dan tidak menimbulkan kelangkaan peredaran gas 3 Kg.
“Ini distribusi harus diawasi sampai ke daerah-daerah, jangan sampai belanja subsidi bengkak. Hal ini justru akan menyulitkan pelaku UMKM ataupun Masyarakat miskin yang betul-betul berhak terhadap elpiji 3 kilogram,” katanya.