MATA INDONESIA, JAKARTA-Potensi pengembangan kelapa sawit di Indonesia bagian timur harus dikembangkan untuk mengentaskan rakyat dari kemiskinan dan mendorong pertumbuhan ekonomi di sana, serta menimbulkan multiplier effect.
Pasalnya, upaya pengentasan kemiskinan sudah dilakukan melalui sawit dengan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Secara umum target PSR 2020-2022 mencapai 540 ribu hektar, di 21 provinsi yang melibatkan kurang lebih 43.000 pekebun. Khusus untuk Papua, katanya, target PSR mencapai 6.000 hektare.
Dr. Tungkot Sipayung, Ekonom dan Direktur Eksekutif PASPI (Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute) mengatakan bahwa perkebunan kelapa sawit mampu merestorasi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di Papua.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2020, persentase jumlah penduduk miskin Papua dan Papua Barat, masing-masing 26,8 persen dan 21,7 persen.
“Jumlah tenaga kerja langsung dan tak langsung perkebunan sawit di Papua terus meningkat. Saat ini, jumlahnya mencapai 250.000 tenaga kerja,” kata Tungkot.
Menurut dia, pertumbuhan produksi minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) di beberapa daerah, yang merupakan sentra sawit, termasuk Papua. Begitupun dengan para petani sawit.
Dalam laporan PASPI (2017) disebutkan bahwa pendapatan petani kelapa sawit relatif stabil bahkan cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya umur kebun sawit dan relatif terjamin sampai masa peremajaan (replanting).
Salah satu perintis perkebunan sawit di Papua adalah PT Tunas Sawa Erma Group (TSE), yang telah hampir tiga dekade mengelola dan memajukan perkebunan sawit di wilayah itu. TSE memiliki komplek perkebunan, khususnya di Kabupaten Merauke dan Kabupaten Boven Digoel.
Dengan luas HGU hingga saat ini 97.883 hektare, TSE telah menggarap area seluas 49.837 hektare serta mendirikan empat pabrik dengan total kapasitas terpasang 250 ton per jam.
“Kami sangat memikirkan keberlanjutan serta kesejahteraan masyarakat. Seluruh perkebunan kami telah mendapatkan sertifikat ISPO, menjadi yang pertama di Papua,” kata Direktur TSE Luwy Leunufna.
Hal itu diakui Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono. Menurutnya, kemitraan yang dibangun dalam industri sawit menjadi peluang yang baik untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi di Papua.
“Sawit diharapkan bisa menjadi tulang punggung bagi perekonomian di Papua dan Papua Barat,” katanya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Papua, Albert Yoku, mengatakan sawit menjadi penyelamat ekonomi petani di Papua. Dia juga menjelaskan, para petani sawit di Papua akan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
“Kedatangan sawit membawa kesejahteraan masyarakat dan petani setempat. Melalui sawit, mereka bisa punya rumah tembok permanen, punya sepeda motor dan bahkan mobil, serta anak-anak bisa bersekolah,” kata Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Apkasindo Provinsi Papua Barat, Dorteus Paiki.