MATA INDONESIA, JAKARTA – Kinerja Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menjadi tanda tanya besar dalam menangani pandemi Covid-19 di Ibu Kota setelah pertambahan kasus yang terus melonjak.
Berdasarkan data dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, menunjukkan penambahan 2.402 kasus positif Covid-19 pada Rabu, 6 Januari 2021 sehingga totalnya meningkat menjadi 16.450 kasus untuk wilayah Ibu Kota. Selama sepekan terakhir, persentase kasus positif Covid-19 mencapai 13,9 persen, yang mana jauh dari standar aman yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yaitu lima persen.
Pemprov DKI Jakarta dianggap kurang maksimal menangani kasus Covid-19 dengan masih banyaknya masyarakat di lapangan yang tidak menjalankan protokol kesehatan. Selain itu, banyak rumah makan yang masih buka dan tidak memenuhi aturan.
Seperti diketahui, Anies telah kembali bekerja di Balai Kota sejak Senin, 4 Januari 2021, setelah hampir sebulan menjalani isolasi mandiri karena menderita Covid-19. Sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies beberapa kali mendapatkan penghargaan atas pencapaiannya. Sejumlah penghargaan yang diterima oleh Anies kerap menarik perhatian publik.
Salah satu mantan politisi Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean, melalui akun Twitter resminya pada hari yang sama saat Anies kembali bekerja, mengkritisi penghargaan yang dimiliki Anies dengan kinerjanya sebagai gubernur. Dalam pernyataannya, Ferdinand menilai bahwa penghargaan yang diterima oleh Anies adalah hasil kinerja para pendahulunya. Diketahui, Ferdinand bukan sekali ini mengkritik kinerja Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Sebelumnya, Ferdinand juga sempat menyinggung melonjaknya kasus Covid-19 di DKI Jakarta merupakan bukti Anies tidak maksimal dalam bekerja. Menurutnya, banyak kebijakan Anies yang bertolak belakang dengan tujuan menekan angka penularan Covid-19 di DKI Jakarta. Namun, Ferdinand tidak menyebut kebijakan Anies mana yang bertolak belakang.
Merespons kenaikan kasus Covid-19 dalam beberapa pekan terakhir di DKI Jakarta dan Pulau Jawa, pemerintah pusat memutuskan untuk memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) demi menekan penularan virus Corona di seluruh provinsi di Pulau Jawa dan Provinsi Bali. PSBB wilayah Jawa dan Bali ini berlaku dari tanggal 11 Januari sampai 25 Januari 2021.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, mengatakan bahwa kebijakan PSBB yang dikeluarkan pemerintah pusat telah searah dengan kebijakan yang hendak diambil Anies. Anies telah meminta pemerintah pusat menerapkan intervensi PSBB di wilayah Jabodetabek dengan rentang waktu yang sama dan terintegrasi selama 14 hari.
Diharapkan implementasi kebijakan dalam menekan penyebaran Covid-19 ini bisa terintegrasi dengan baik antara DKI Jakarta dan daerah lainnya, serta dapat berjalan beriringan dan terkendali. Sebelumnya, DKI Jakarta telah menyelenggarakan PSBB sejak 4 Januari yang awalnya direncanakan berakhir pada 17 Januari mendatang.
Latar belakang permintaan Anies tersebut berkaca pada sejumlah penerapan PSBB DKI Jakarta yang tidak didukung daerah penyangga. Misalkan, Pemprov DKI Jakarta sempat menutup rumah makan pada PSBB ketat periode lalu. Hanya saja, kebijakan itu tidak efektif lantaran daerah penyangga tidak menerapkan kebijakan serupa. Seperti halnya daerah Bodetabek yang tetap membuka rumah makan dan orang Jakarta datang ke sana lalu kembali lagi ke Jakarta.
Langkah Anies yang lebih memilih untuk memperpanjang PSBB transisi juga menimbulkan pro dan kontra. Langkahnya ini dinilai tepat bagi dunia usaha dan perbaikan ekonomi. Namun, langkahnya tidak sejalan untuk menekan angka kasus positif Covid-19 yang kian mengganas.
Dalam pertanyaan resminya, Anies mengatakan Pemprov DKI Jakarta akan tetap konsisten menjalankan 3T, yakni testing, tracing, treatment, sedangkan masyarakat menjalankan disiplin 3M, yakni mencuci tangan dengan sabun, memakai masker, serta menjaga jarak agar dampak penyebaran Covid-19 dapat ditanggulangi bersama, terlebih setelah libur Natal dan Tahun Baru.
Namun, pengawasan selama PSBB belum dilakukan secara konsisten dengan masih banyaknya masyarakat dan tempat umum seperti rumah makan yang tidak mematuhi protokol kesehatan.
Selama masa pandemi, Anies telah memimpin sejumlah upaya untuk menekan penyebaran Covid-19 di DKI Jakarta. Misalnya, pada November lalu, Anies memberi ancaman bagi setiap penyelenggara acara yang mengulang pelanggaran kerumunan yang sama akan diberlakukan denda sebesar Rp50 juta dan dilakukan secara progresif. Pada waktu yang berdekatan, Anies menandatangani Peraturan Daerah Penanggulangan Covid-19 yang sebelumnya telah disahkan di Rapat Paripurna di DPRD DKI Jakarta.
Menilik jauh ke belakang, awal Maret 2020, Anies membentuk tim Jakarta Tanggap Covid-19 yang bermarkas di Kantor Dinas Kesehatan, Jakarta Pusat. Dalam kesempatan itu Anies berkomitmen terhadap keterbukaan pemerintah dalam setiap langkah pencegahan wabah Covid-19.
Selama bulan Maret, berbagai perubahan telah dilakukan, seperti pengkajian ulang izin keramaian, peniadaan car free day, peniadaan kegiatan belajar di sekolah, memodifikasi sejumlah layanan transportasi umum, peniadaan kegiatan keagamaan di rumah ibadah, penghentian kegiatan perkantoran dan industri pariwisata, hingga penetapan status Tanggap Darurat Bencana Wabah Covid-19 di DKi Jakarta. Pada awal April, DKI Jakarta menerapkan periode PSBB pertama.
Sejak itu, berbagai upaya kolaboratif terus digencarkan. Namun, peningkatan kasus Covid-19 di DKI Jakarta yang terus memburuk hingga kini menjadi bukti upaya yang dilakukan belum maksimal.
Reporter: Safira Ginanisa